Makassar (ANTARA Sulsel) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Abraham Samad, tidak menghadiri pemanggilan Polda Sulawesi Selatan untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus pemalsuan dokumen administrasi kependudukan yang dituduhkan kepadanya.

"Seharusnya, AS sekarang diperiksa oleh penyidik Ditreskrimum. Tetapi, hingga sore tidak menghadiri pemanggilan itu," ujar Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Endi Sutendi di Makassar, Selasa.

Dia mengatakan ketidakhadiran Abraham dalam memenuhi pemanggilan penyidik itu disikapi dengan mengagendakan kembali pemanggilan selanjutnya karena beberapa pertanyaan masih harus dijawabnya.

Apalagi, ketidakhadiran Abraham Samad itu merupakan yang kedua kalinya setelah pemanggilan sebelumnya pada 24 Februari 2014 juga tidak sempat hadir.

"Untuk alasan ketidakhadiran itu tanpa alasan karena pihak kuasa hukumnya juga tidak menyampaikannya. Jadi, pemeriksaan hari ini batal dilaksanakan kembali," kata Endi.

Pada 17 Februari 2015, Polda Sulsel mengumumkan status tersangka Ketua KPK nonaktif Abraham Samad dalam kasus pemalsuan dokumen administrasi kependudukan.

"AS sudah ditetapkan tersangka sejak 9 Februari lalu dan penetapannya berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Polda Sulsel menindaklanjuti gelar perkara Mabes Polri pada 5 Februari lalu," ujar Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Pol Endi Sutendi (17/2).

Dia mengatakan penetapan status terlapor menjadi tersangka itu harus dilakukan secara hati-hati, karenanya penyidik baru mau menggelar perkara itu setelah semua bukti-buktinya kuat.

Abraham Samad ditersangkakan karena diduga telah melakukan pemalsuan dokumen administrasi kependudukan atas laporan dari Feriyani Lim.

Dalam kasus itu pula, Polda Sulawesi Selatan telah menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka. Penetapan Feriyani Lim oleh penyidik Polda Sulsel itu setelah memeriksa sekitar 20 saksi.

Sejauh ini, saksi-saksi yang diperiksa adalah aparatur pemerintahan di Makassar dari tingkat RT, kelurahan, kecamatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Makassar, hingga pihak imigrasi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta.

Kasus itu merupakan laporan Ketua Lembaga Peduli KPK-Polri Chairil Chaidar Said ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada beberapa waktu lalu.

Selanjutnya, kasus ini dilimpahkan ke Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat per 29 Januari 2015. Berselang empat hari kemudian, polisi menetapkan Feriyani sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, Feriyani disinyalir memakai lampiran dokumen administrasi kependudukan palsu berupa kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP) saat mengurus paspor di Makassar pada 2007.

Kasus pemalsuan dokumen administrasi kependudukan ini belakangan menyeret Ketua KPK Abraham Samad yang diduga membantu Feriyani dalam pembuatan dokumen.

Dalam KK tersangka di Makassar memang mencantumkan identitas Abraham Samad dan keluarganya dengan alamat Jalan Boulevard Rubi II Nomor 48, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang.

Kendati demikian, sejumlah saksi di tingkat RT, kelurahan, dan kecamatan kompak menyatakan Abraham Samad dan Feriyani tidak pernah terdaftar sebagai warga Kecamatan Panakkukang.

"Saya sudah cek di buku data penduduk sampai ke data pilkada lalu, tidak ada nama Abraham Samad atau Feriyani Lim," kata Ketua RT 003 RW 005 Kelurahan Masale, Idris Husain.

Kuasa hukum Abraham, Adnan Buyung Azis menyatakan, perkara yang menjerat Abraham masih sangat sumir. Alasannya, penyidik terkesan hanya mencari-cari kesalahan Abraham dalam kasus itu.

Informasi yang dia peroleh dari penyidik, Abraham memang tidak mengenal Feriyani Lim. Feriyani dikenalkan dengan Abraham oleh teman Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu

Dalam kasus pemalsuan dokumen kependudukan yang disangkakan itu, Abraham dijerat dengan pasal 264 ayat (1) sub 266 ayat (1) jo pasal 55,56 KUHP. Atau pasal 93 UU RI No 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang telah diperbaharui dengan UU RI No 24 tahun 2013 dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024