Makassar (ANTARA Sulsel - Akademisi Universitas Hasanuddin Prof Abrar Saleng menyatakan Undang-undang Minerba nomor 1 tahun 2014 telah membatasi kewenangan kepala daerah kabupaten terkait penerbitan izin baru pertambangan.

"Dalam aturan Minerba diatur bagaimana perusahaan tambang diharuskan mengunakan smelter, sementara disisi lain bertentangan dengan Peraturan Pemerintah," katanya dalam diskusi otonomi daerah dan regulasi pertambangan di Kampus Pasca Sarjana UNM, Jumat.

Menurut dia Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi menjadikan kepala daerah di kabupaten kota dapat mengeluarkan izin.

"Saat ini semua terkait pertambangan diserahkan ke Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, sementara pemerintah kabupaten tidak lagi punya hak. Ada yang setuju tapi ada pula menolak," katanya.

Namun yang menjadi soal, kata dia, dalam UU minerba diperlukan adanya revisi karena pemerintahan di daerah bingung menentukan bagaimana membuat regulasi dalam hal peningkatan investor dibidang pertambangan.

"Hal inilah menjadi perdebatan apakah bupati nantinya mengambil kebijakan bisa sepaham dengan penegak hukum, karena petunjuk pelaksanaannya belum ada, mestinya harus ada kesesuaiaan hukum," papar guru besar pertambangan Unhas itu.

Ia menyebutkan seharusnya ada kebijakan pemerintah daerah dengan kementerian ESDM untuk membuat terobosan dalam hal transisi regulasi kebijakan pertambangan.

"Ada 526 kabupaten di Indonesia dengan potensi alam yang beragam, Undang-undang tersebut diciptakan untuk membatasi ruang gerak investor dalam mengekspolitasi alam kita," katanya.

Sementara Ketua Apindo Sulsel Latunreng pada kesempatan itu bertindak sebagai pemateri mengatakan, Undang-undang Minerba sangat berpotesi untuk menghentikan eksplitasi alam Indonesia yang semakin meluas.

"Saat ini semua perusahaaan tambang harus membangun Smelter dengan taksiran pembangunannya mencapai Rp1,3 triliun, namun kelemahan kita adalah infrastruktur sehingga investor berfikir membangun smelter," katanya.

Ia menyarankan agar pemerintah meningkatkan infrastruktur merata disemua daerah karena diketahui 60 persen serapan pembangunan ada di pulau Jawa sementara Kawasan Indonesia Timur dinilai jauh tertinggal.

"Saat ini ada digodok Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu terkait pertambangan yang seharusnya ada koordinaasi dengan otonomi daerah. Daerah tanpa pembangunan tentu hasilnya tidak melimpah, " katanya.

Namun kata dia, itu bukan solusi melainkan menciptakan masalah baru, Sumber Daya Alam Indonesia harusnya dikelola Indonesia bukan malah dikelola pihak asing yang diyakini merugikan rakyat.

"Harusnya semua itu dikembalikan oleh daerah dan dikelola orang kita di daerah karena negara kita sangat kaya akan sumber daya alam yang melimpah," harapnya. 

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024