Manado (ANTARA Sulsel) - Pengamat Ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado Joubert Maramis mengatakan larangan penjualan minuman beralkohol tidak mempengaruhi sektor pariwisata.

"Saya rasa sektor pariwisata tidak berpengaruh dengan kebijakan tersebut, karena sebagian besar wisatawan asing lebih suka konsumsi minuman beralkohol di cafe bukan minimarket," kata Joubert, di Manado, Minggu.

Bagi pariwisata, katanya, tidak berpengaruh signifikan karena orang asing lebih suka ke cafe, pub atau klub malam untuk konsumsi minuman beralkohol.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 mulai diberlakukan sejak tanggal 16 April 2015. Dalam peraturan itu, minuman dengan kadar alkohol di bawah 5 persen terlarang untuk diedarkan di minimarket dan peritel kecil.

Dia mengatakan sisi baiknya pelarangan ini adalah terbatasnya minuman alkohol di pasaran bebas dan masyarakat umum.

"Namun coba kita jujur mana yang membuat banyak orang mabuk, minuman bermerek yang dijual di supermarket atau minuman oplosan dan tradisional?," katanya.

Joubert mengatakan tipe minuman ini juga harus diatur, karena lebih banyak masyarakat lapisan bawah yang konsumsi kedua minuman tersebut.

Yang ditakutkan dari pelarangan ini, jika tanpa diikuti kontrol minuman oplosan dan tradisional akan menyebabkan produksi dan konsumsi jenis minuman tradisional menjadi lebih tinggi.

Pelarangan ini, katanya, akan membuat minuman beralkohol hanya akan tersedia di pub-pub atau tempat sejenisnya.

Pemerintah memberikan larangan menjual minol di minimarket, karena sebagian besar minimarket berada di sekitar sekolah dan tempat ibadah.

Namun, katanya, larangan ini tidak menghambat industri minolbahkan memberikan kebebasan menjual di tempat-tempat tertentu yang telah ditentukan seperti hotel, restoran dan cafe. A. Wijaya

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor :
Copyright © ANTARA 2024