Makassar (ANTARA Sulsel) - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu RI) Prof Dr Muhammad menyatakan jika legalisasi dari praktek politik uang atau dikenal dengan cindera mata senilai Rp50.000 itu masih sebatas wacana anggora DPR-RI.

"Belum, itu bukan aturan karena belum keluar PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) yang mengatur itu. Ada anggota DPR-RI yang mengeluarkan wacana hasil konsultasi itu, tapi belum disetujui," ujarnya di Makassar, Minggu.

Bawaslu RI yang berada di Sulawesi Selatan sejak Sabtu, 25 April 2015, ini untuk melakukan sosialisasi di empat kabupaten rawan banyak memberikan penekanan kepada 33 komisioner baru dilantik serta seluruh lapisan masyarakat yang akan menggelar pemilihan kepala daerah akhir tahun ini.

Menurut Muhammad, pemberian uang langsung atau dalam bentuk cindera mata serta souvenir itu akan menimbulkan kerawanan terhadap praktek politik uang yang sejak dulu dianggap menciderai proses demokrasi.

"Mau kecil nilainya atau besar itu sama saja. Sama-sama memiliki potensi politik uang," jelasnya.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Selatan berpendapat regulasi pemberian cindera mata seharga maksimal Rp50 ribu kepada warga dalam pemilihan kepala daerah pada akhir tahun ini masih bisa berubah.

"Belum keluar PKPU-nya, semuanya masih draf rancangan dan Komisi II DPR menyerahkan draf itu ke KPU. Semua masih bisa berubah," ujar Ketua KPU Sulawesi Selatan (Sulsel) Iqbal Latief.

Konsultasi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Komisi II DPR RI yang menghasilkan bahwa calon kepala daerah boleh memberikan barang senilai maksimal Rp50 ribu kepada warga, sudah mendapat reaksi dari sejumlah kalangan.

Iqbal mengatakan, keputusan yang ditawarkan itu belum bersifat akhir atau final karena masih bisa berubah jika reaksi dari masyarakat sangat keras untuk menolaknya.

"Hasil konsultasi itu tetap akan dikembalikan ke KPU untuk memutuskannya, apakah diterima atau tidak," katanya.

Dia mengaku, kebijakan yang ditawarkan Komisi II DPR RI kepada KPU itu merupakan salah satu terobosan baru dalam pelaksanaan pemilu.

Namun, menurutnya, dengan diperbolehkannya memberikan cindera mata, penyelenggara akan lebih mudah memberikan sanksi kepada calon kepala daerah yang melanggar, yakni nilai barang yang dibagi-bagikan melebihi jumlah yang disepakati tersebut.

"Sebelumnya hal semacam ini tidak dibatasi. Kalau tidak diatur dengan seperti itu, maka akan terjadi gesekan sosial yang besar. Hal ini juga untuk memperlihatkan ketransparansian calon dalam pemilu," terangnya.

Dia menjelaskan, pemberian cindera mata dari pasangan calon kepada warga tidak dimaksudkan sebagai praktik politik uang dan pemberian langsung dalam bentuk uang tidak dibenarkan.

Menurut Iqbal, pasangan calon bisa berkreasi dalam memberikan sesuatu kepada warga asalkan bukan dalam bentuk uang. Pasangan calon bisa memberikan payung, gelas, stiker, kalender atau apapun asalkan nilai dari barang itu tidak lebih dari Rp50 ribu.

Sedangkan untuk alat peraga kampanye seperti baliho, pamflet dan poster sudah menjadi keputusan akan dikelola ikeh KPU dan dicetak berdasarkan jumlah kepala keluarga (KK) dalam satu wilayah kabupaten maupun kota.

"Harus dalam bentuk barang atau suvenir. Bisa memberikan gelas, payung, stiker atau benda lainnya. Asalkan bukan uang dan poster atau pamflet karena itu sudah dikelola KPU. KPU punya tanggungjawab itu," jelasnya.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024