Makassar, 27/4 (Antara) - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulawesi Selatan HM Busrah Abdullah meminta Kementerian Perikanan dan Kelautan memperhatikan pelabuhan rakyat Untia.

"Seharusnya dalam percepatan pembangunan pelabuhan rakyat Untia juga diperhatikan pemerintah pusat mengingat Untia bisa dijadikan pelabuhan khusus nelayan," kata HM Busrah Abdullah di Makassar, Senin.

Dirinya berharap Kementerian terkait mendorong pembangunan pelabuhan khusus perikanan di Untia, Kecamatan Biringkanaya, Makassar, Sulawesi Selatan.

Menurut dia pelabuhan tersebut dapat membangkitkan investasi serta pelaku usaha guna menginvestasikan modal pada sektor barang dan jasa penjang di sekitar area pelabuhan.

"Bila pemerintah pusat mencanangkan kembali pelabuhan perikanan disana, tentu peluang besar atas perekonomian masyarakat nelayan akan tumbuh dan berkembang," sebut mantan Waki Ketua DPRD Makassar itu.

Kendati pembangunan pelabuhan mulai dilaksanakan pada 2005 lalu namun tidak berkembang dan berhenti di tengah jalang dengan alasan klasik keterbatasan anggaran sehingga proyek tersebut menjadi mandek.

Selain itu diketahui pada proyek awal pembangunan tersebut telah mendapatkan suntikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2014 dengan nilai kontrak lebih dari Rp 90 miliar.

Namun kontraktor PT Suramadu-Rama, KSO yang melaksanakan pengerjaan proyek itu seakan tidak bisa bergerak cepat dengan dalih kekurangan anggaran sehingga penimbunan materialnya dihentikan pada Januari 2015.

Busrah menuturkan selama ini keterbatasan sarana prasarana kapal tangkap ikan menyulitkan nelayan Sulsel mengingat daerah tersebut tidak tersedia fasilitas pendukung.

"Masalah krusial nelayan kurangnya fasilitas pendukung serta tidak tersedia SPBN khusus nelayan di wilayah pesisir, termasuk infrastruktur gedung dan alat pendingin ikan bagi nelayan," tambahnya.

Salah satu nelayan bernama Nasir yang ditemui di lokasi proyek yang terbengkalai tersebut mengatakan sejak Januari tidak ada lagi aktivitas yang berjalan.

"Sudah berhenti kalau saya tidak salah Januari lalu, kami tidak tahu alasannya, mungkin anggarannya tidak ada," bebernya yang bertugas mengawasi lokasi tersebut.

Hasil pantauan di lapangan sejumlah bangunan konstruksi sebagai ikon di lokasi tersebut terlihat setengah jadi, bahkan material timbunan untuk reklamasi di atas pelabuhan dengan luar sekitar 80 hektare belum merata secara maksimal. Yuniardi

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024