Manado, (Antara) - Pengamat Ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Agus Tony Poputra mengatakan pemerintah dan elit dinilai lalai terhadap Program Keluarga Berencana, sehingga bencana demografi mengintai negara ini.

"Pengabaian terhadap Program Keluarga Berencana pasca-kejatuhan rezim Orde Baru membuat angka kelahiran meningkat pesat lebih dari satu dasawarsa terakhir. Beberapa pihak menyatakan bahwa kondisi ini akan menciptakan 'bonus demografi' pada tahun 2035," kata Agus di Manado, Minggu.

Dia mengatakan itu didasarkan atas argumen bahwa tenaga kerja yang banyak merupakan modal pembangunan dan pasar yang luar biasa.

Namun itu terjadi hanya bila lapangan kerja tersedia secara mencukupi sehingga pengangguran rendah dan daya beli masyarakat tinggi. Jika sebaliknya, maka harapan "bonus demografi" akan berubah menjadi "bencana demografi".

"Akibat terbesar dari bencana demografi adalah timbulnya perang saudara yang mengancam eksistensi NKRI," jelasnya.

Tanda-tanda awal terjadinya bencana demografi telah terlihat sejak beberapa tahun terakhir. Angka pengangguran yang tinggi serta demonstrasi yang dibayar murah walaupun resikonya besar dan budaya "amuk" yang semakin meningkat merupakan contohnya.

"Ini dipicu oleh pertambahan lapangan kerja dan persyaratannya yang tidak seimbang dengan pertambahan tenaga kerja dan kualifikasinya," jelasnya.

Masalah ketenagakerjaan Indonesia ke depan semakin pelik dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Dalam MEA, Indonesia dapat menjadi pasar bagi tenaga kerja trampil dari negara lain ASEAN. Sebaliknya, tenaga kerja Indonesia sulit memperoleh pasar di negara lain ASEAN karena minimnya tenaga trampil sebagaimana disyaratkan dalam kesepakatan MEA.

Selain itu, negara ASEAN yang lebih maju akan berusaha membentengi pasar tenaga mereka lewat sertifikasi. Mereka juga akan berusaha memegang badan sertifikasi ASEAN untuk menguntungkan tenaga kerja mereka.

Dengan demikian, apakah Indonesia akan mengalami bonus demografi ataukah bencana demografi pada tahun 2035 ditentukan oleh tindakan pemerintah, elit politik, dan seluruh masyarakat saat ini.

"Pemerintah dan elit politik seharusnya berhenti berpikir dan berjuang untuk kelompok maupun pribadi. Mereka dituntut memiliki sense of crisis untuk membuat kebijakan yang menciptakan lapangan kerja berkelanjutan demi mencegah terjadinya bencana demografi," jelasnya.

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor :
Copyright © ANTARA 2024