Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat mengancam akan melakukan upaya paksa terhadap tersangka pengadaan alat kesehatan (Alkes) dan alat keluarga berencana (KB) RSUD Provinsi Sulbar tahun 2012, Abdul Gafur.

"Kita sudah memenuhi kewajiban kami sesuai dengan undang-undang untuk meminta tersangka datang memenuhi panggilan tetapi tidak diindahkan," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulselbar, Rahman Morra di Makassar, Selasa.

Dia mengatakan, Tim Jaksa Penyidik segera akan berangkat ke Provinsi Sulbar untuk melakukan penjemputan paksa terhadap tersangka Abdul Gafur yang sudah tiga kali mangkir sesuai dengan kewenangannya.

Tersangka yang sudah tiga kali mangkir dalam pemeriksaan, dinilai tidak kooporatif dan telah menghalangi proses penyidikan. Upaya jemput paksa yang akan dilakukan, untuk mempermudah proses penyidikan agar kasus tersebut dapat diproses secepatnya.

"Kita belum pastikan kapan akan dilakukan penjemputan paksa terhadap tersangka. Yang jelas, tim jaksa penyidik akan segera berangkat ke Sulbar dan berkoordinasi meminta bantuan aparat setempat," jelasnya.

Rahman juga mengungkap, dalam kasus ini pihak penyidik telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus ini, antara lain Ketua Panitia Lelang, Catur Prasetyo dan Abdul Gafur selaku broker proyek.

Sebelumnya sudah ada empat tersangka yaitu, Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulbar, Suparman, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Ramadhan, Direktur PT Khitan Fadhillah Pratama selaku rekanan, Misran dan kuasa Direktur PT Khitan, Suwardy Kusnadin.

Dia menyebutkan, modus korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan pada RSUD Provinsi Sulbar tersebut dengan menggelembungkan harga sehinga terjadi kemahalan.

Selain itu, tersangka dinilai tidak melakukan verifikasi berkas rekanan yang akan mengikuti proses tender dan diduga ada kerjasama dengan pihak rekanan dengan perjanjian pemberian bonus atas proyek tersebut.

"Jadi modusnya, mereka bersama-sama menciptakan suatu pekerjaan dengan cara menggelembungkan harga-harga peralatan medis. Kerugian negara terjadi karena adanya kemahalan harga," katanya.

Kerugian negara yang ditaksir berdasarkan hitungan sementara atau harga penghitungan sendiri (HPS) ditaksir lebih dari Rp1,7 miliar. Atas kerugian itu, penyidik kemudian meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Barat untuk melakukan audit.

"Untuk kerugian pastinya dari BPKP Sulbar itu belum ada, namun kerugian taksiran dari penyidik berdasarkan perhitungan HPS itu sekitar Rp1,7 miliar," jelasnya.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024