Jakarta (ANTARA Sulsel) - "Sastra harus menjadi jalan untuk memahami kemanusiaan, itulah yang harus disuarakan ke masyarakat."  

Itu merupakan penggalan kata Pendiri sekaligus Direktur Makassar International Writers Festival (MIWF) Lily Yulianti Farid merujuk kepada festival-festival sastra yang mulai berkembang di Indonesia.

Untuk itu, Makassar International Writers Festival memasuki edisi kelimanya pada 2015 mengambil tema "Karaeng Pattingalloang: Knowledge and the Universe" akan dilaksanakan 3-6 Juni 2015.

"MIWF berupaya menghidupkan kembali semangat cinta pada pengetahuan dan gairah untuk mencari berbagai jawaban atas berbagai fenomena di alam raya atau semesta melalui sosok Karaeng Pattingalloang," kata Lily dalam konferensi pers mengenai MIWF 2015 di Jakarta (1/6).

Karaeng Pattingalloang adalah tokoh intelektual dan seorang perdana menteri dari Kerajaan Gowa Tallo pada abad ke-17.

"Pattingalloang adalah seorang tokoh intelektual pencari pengetahuan yang pada masanya punya visi yang sangat maju, mengelola perpustakaan yang lengkap, dan menguasai tujuh bahasa," ujarnya.

Dia menambahkan, sosok Pattingalloang juga menjadi salah satu pemesan teleskop ciptaan ilmuwan Italia Galileo Galilei, di mana barang pesanannya datang tujuh tahun setelah dipesan.

Sejak MIWF pertama pada 2011, kata Lily, Karaeng Pattingalloang sudah didaulat untuk menjadi tema dalam festival edisi kelima, sekaligus menjadi penanda bahwa acara tersebut mampu bertahan dalam waktu yang cukup lama.

Sejak awal penyelenggaraannya, MIWF memiliki visi terus menumbuhkan apresiasi sastra, mengampanyekan aktivitas membaca dan menulis dan menjadikan Makassar sebagai tempat bertemunya para penulis dari berbagai kota dan negara, pembaca, dan warga lokal, khususnya publik muda.

Berangkat dari visi tersebut, MIWF 2015 memprioritaskan kunjungan kaum muda dengan harapan mampu menciptakan generasi suka baca, ucap Lily.

"Sebagian besar pengunjung MIWF adalah mahasiswa dan pelajar yang tidak hanya datang dari Makassar dan kabupaten-kabupaten lain di Sulawesi Selatan, namun juga datang dari berbagai kota lain," katanya.

Sekaligus untuk menghapus stigma di Makassar, di mana kaum mudanya sering melakukan tawuran.

Penulis buku perjalanan yang juga menjadi salah satu penulis yang berpartisipasi di MIWF 2015, Trinity, juga sempat terkejut dengan pemilihan kota Makassar untuk sebuah festival sastra.

"Saya waktu pertama kali MIWF tidak terbayang bagaimana bisa Makassar mengadakan festival sastra, namun ternyata sukses dan berhasil hingga edisi kelima," ucap penulis buku "The Naked Traveler" tersebut.

Trinity mendaku, sastra di Indonesia saat ini sangat Jawa sentris. Menurutnya, MIWF kemudian muncul dan menjadi sebuah festival yang mengakomodasi penulis-penulis dari Indonesia timur.

"Di MIWF sudah banyak aliran dan gaya sastra yang diterima, seperti misalnya 'travel writers', jadi tidak melulu sastra-sastra yang berat," katanya.

Perahu Pustaka

Selain itu, Rumah Budaya Rumata' sebagai penyelenggara MIWF juga memfasilitasi gagasan program Perahu Pustaka yang mulai Juni ini akan berlayar menuju pulau dan kota kecil di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Kalimantan selama setahun.

"Perahu ini akan dinaiki oleh tiga orang penyair yang ingin berpartisipasi selama setahun, dan kemudian diisi dengan lima ribu buku untuk menjadi perpustakan. Sudah ada beberapa penyair yang tertarik untuk ikut," kata Lily Farid.

Perahu Pustaka digagas oleh Nirwan Ahmad Arsuka dengan konsep membawa perpustakaan ke masyarakat, bukan membangunnya. MIWF menjadi fasilitator karena konsep tersebut sejalan dengan visi festival tersebut, ucapnya.

Mitra utama MIWF 2015, Japan Foundation (JF), juga mendukung festival sastra tersebut untuk menggelorakan pertukaran budaya di daerah-daerah di Indonesia, kata Direktur Jenderal JF Jakarta Tadashi Ogawa.

"Sebenarnya sudah ada banyak kegiatan budaya, tetapi masih kurang pertukaran budaya (yang mengakomodasi penduduk) di daerah-daerah, terutama di wilayah Indonesia sebelah timur," ucapnya.

Berangkat dari hal tersebut, Ogawa mengatakan bahwa JF sangat mengapresiasi acara MIWF 2015 dan sangat antusias untuk bekerja sama karena dianggapnya sejalan dengan program-program yang sedang dilakukan oleh JF.

"MIWF sejalan dengan program terbaru kami, yaitu Asia Center Project," katanya.

Asia Center merupakan program JF yang diluncurkan April 2014 dengan tujuan untuk memperkenalkan budaya Jepang kepada Asia, dengan salah satu program khususnya adalah memperkenalkan sastra Indonesia ke Jepang.

"Asia Center juga memungkinkan dilakukannya pertukaran sastrawan antara Indonesia dan Jepang," ucap Ogawa.

Di MIWF 2015, Asia Center Japan Foundation menjadi mitra utama promosi sastra Asia ke dunia dengan menghadirkan inisiatif penerjemahan Monkey Business International Literary Journal, sebuah upaya penerjemahan karya-karya sastra kontemporer Jepang untuk dipromosikan ke berbagai negara.

Tahun ini, konsentrasi acara MIWF berada di Fort Rotterdam Makassar dan beberapa perguruan tinggi di Makassar, seperti Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin. Acara tersebut tidak memungut biaya untuk pengunjung.

Sebanyak 60 penulis dan pengisi acara dari 20 negara ikut berpartisipasi dalam diskusi, lokakarya, pembacaan karya, dan pementasan seni dalam rangkaian acaranya.

Beberapa penulis Indonesia yang akan menghadiri MIWF 2015 antara lain, Seno Gumira Ajidarma, Leila S. Chudori, Oka Rusmini, Aan Mansyur, Trinity dan lain-lain.

Sedangkan dari luar negeri antara lain, penyair Adrian Grima dari Malta, novelis grafis Peter van Dongen dari Belanda, penulis dan ilustrator Satoshi Kitamura dari Jepang, kartunis Rolf Heimann dari Australia, dan lain-lain.

Lily mengatakan bahwa nama-nama besar memang penting dalam sebuah acara festival penulis internasional, namun esensi acara untuk merayakan sastra jauh lebih penting.   

Pewarta : Roberto Calvinantya Basuki
Editor :
Copyright © ANTARA 2024