Makassar (ANTARA Sulsel) - Wakil Ketua KPK nonaktif, Bambang Widjojanto mengharapkan agar uji materil Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mahkamah Konstitusi (MK) segera di proses.

"Saya mohon supaya proses di MK bisa lebih cepat sehingga tidak mengganggu proses seleksi pemilihan orang-orang baik akan maju menjadi pimpinan KPK nanti," ujar Bambang usai seminar dan diskusi Mencari Sosok Ideal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Makassar, Selasa.

Menurut dia, apa yang dilakukannya hanya untuk mencari keadilan, sehingga dalam proses persidangan pada 22 Juni 2015 paling tidak hakim bisa menunda atau memperpanjang 14 hari untuk proses lanjutannya.

"Kalau sidang pada tanggal 24 Juni itu tidak mungkin paling tanggal 22 Juni, tapi paling bisa di tunda atau diperpanjang. Pokoknya cara yang terbaik saya dilakukan agar bisa menjadikan orang baik nantinya pimpin KPK, dan tidak ada lagi kriminalisasi," ujarnya.

Sebelumnya, Bambang telah mengajukan uji materi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK mengenai ketentuan pemberhentian sementara pimpinan KPK di Mahkamah Konstitusi pada Rabu 10 Juni 2015.

Sebagai pemohon, Bambang menggugat Pasal 32 ayat (1) huruf c dan ayat (2) UU KPK dengan menyatakan pimpinan KPK berhenti atau dapat diberhentikan setelah menjadi terdakwa akibat melakukan tindak pidana kejahatan.

Bambang menilai Pasal 32 ayat 1 huruf c UU KPK tersebut melanggar amanat Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 terkait dengan asas praduga tak bersalah.

Selain itu pemohon berpendapat Pasal tersebut pada UU KPK tidak menyebutkan secara rinci tindak pidana seperti apa serta waktu terjadinya tindak pidana yang dapat membuat pimpinan KPK diberhentikan.

Pada persidangan lalu di MK, Bambang menghadirkan saksi ahli hukum tata negara Saldi Isra dan Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) hukum pidana Eddy Hiariej.

Saat itu Saldi menjelaskan UU KPK Pasal 32 tersebut merupakan celah bagi pimpinan lembaga antirasuah itu bisa dikriminalisasi pihak tertentu. Dalam Pasal 32 itu tidak jelas kualifikasinya mana kejahatan yang besar yang memang benar-benar dilakukan seorang komisioner KPK.

Sementara Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) bidang hukum pidana, Eddy Hiariej menjelaskan bahwa pasal 32 UU KPK tersebut penuh diskriminatif.

Bila dibandingkan dengan Undang-undang Pemerintah Daerah apabila seorang Kepala Daerah terbukti bersalah dan di vonis terdakwa maka akan dinyatakan berhenti.

Pada kalimat Pasal 32 tersebut disebutkan menjadi tersangka tindak pidana sangat diskiminatif dibandingkan pembatasan jabatan publik yang membawa konsekuensi kejahatan apa pun. Kecuali melakukan kejahatan besar memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bambang juga sebelumnya gugatan praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pencabutan ini sudah ketiga kalinya dilakukan Bambang, sehingga membuat gerah pihak kuasa hukum dari kepolisian.

Bambang Widjojanto telah ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik Bareskrim dalam kasus dugaan telah menyuruh orang memberi kesaksian palsu dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi saat sengketa Pilkada Kotawaringin Barat pada 2010. 

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024