Jakarta, (Antara Sulsel) - Mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin periode 2004-2009 dan 2009-2014 menyatakan baru bersedia diperiksa KPK setelah ada putusan praperadilan terhadap dirinya.

"IAS (Ilham Arief Sirajduddin) melalui pengacaranya meminta penyidik untuk diperiksa setelah tanggal 9 Juli yaitu setelah praperadilan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Senin.

Hari ini Ilham seharusnya diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama rehabiliasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012.

Pemanggilan Ilham sebagai tersangka adalah pemanggilan kedua setelah pada 24 Juni Ilham juga dipanggil namun ia tidak memenuhi panggilan tersebut.

Pemanggilan ini berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru per 10 Juni 2015, karena pada 12 Mei 2015, hakim tunggal Yuningtyas Upiek Kartikawati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permintaan Ilham Arief Sirajuddin untuk membatalkan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Namun atas penetapan ulang dirinya sebagai tersangka, Ilham kembali mengajukan praperadilan pada 16 Juni 2015 ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Alasan lain hari ini IAS tidak hadir adalah karena dia sedang umroh dan setleah umroh juga ada jadwal medical check up di Singapura pada awal Juli," tambah Priharsa.

Namun KPK menurut Priharsa belum menyatakan niat untuk melakukan penjemputan paksa terhadap Ilham.

Ilham sendiri sudah dicegah KPK untuk bepergian keluar negeri sejak 25 Juni 2015.

Pasal yang disangkakan kepada Ilham adalah pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 mengenai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Politisii Partai Demokrat itu diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp38,1 miliar karena adanya sejumlah pembayaran digelembungkan oleh pihak pengelola dan pemerintah kota.

Selain Ilham Arif Sirajuddin, KPK juga menetapkan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja sebagai kasus yang sama dan disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Badan Pemeriksa Keuangan pada 8 November 2012 lalu sudah menyerahkan data hasil audit perusahaan milik Pemkot Makassar itu kepada KPK. Hasil audit tersebut adalah ditemukan potensi kerugian negara dari kerja sama yang dilakukan PDAM dengan pihak swasta hinga mencapai Rp520 miliar.

Pewarta : Desca Lidya Natalia
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024