Bantaeng, Sulsel (ANTARA Sulsel) - Tidak terasa, setahun sudah HM Nurdin Abdullah memimpin Butta Toa. Bersama pasangannya HA Asli Mustadjab yang dilantik Gubernur Sulsel, H Syahrul Yasin Limpo, 6 Agustus 2008, pasangan pengusaha dan birokrat itu langsung berkiprah.



Bahkan, kiprahnya di daerah berjarak 120 kilometer arah selatan Kota Makassar ini dilakukan sejak masa kampanye Pilkada dilakukan. Pada kampanye putaran terakhir misalnya, Nurdin bersama Ny Lies F Nurdin menanam padi varietas Cisantana dan Mekongga di Kelurahan Bontomanai Kecamatan Bissappu.

Seperti sudah yakin akan memenangkan pertarungan memperebutkan kursi nomor satu di daerah berjuluk Butta Toa itu, dari tangan keduanya kemudian terbukti mampu menghasilkan produksi yang lebih banyak.

Itu terlihat pada panen perdana yang dilakukan sebulan 18 hari setelah ia resmi dilantik menjadi bupati. Kedua varietas yang ditanam 18 Juli 2008 pukul 17.00 Wita itu menghasilkan gabah kering panen yang luar biasa.

Varietas Cisantana misalnya, menghasilkan 9,76 ton/Ha gabah kering panen (GKP), sedang Mekongga menghasilkan 7,52 GKP. Hasil tersebut jauh di atas rata-rata produksi yang selama ini diperoleh masyarakat.

Selama perjalanan ke desa-desa yang memanfaatkan masa kampanye, Nurdin hanya menemukan produksi padi tertinggi rata-rata sebanyak 4 ton/Ha. Kondisi itulah yang menggelisahkan hati bos Maruki Internasional Makassar itu.

"Kenapa rata-rata produksi hanya sebesar itu, padahal Bantaeng memilik lahan yang subur, air yang cukup dan beberapa faktor penunjang lainnya," ujar Nurdin Abdullah suatu ketika.

Bagaimana menyiasati kondisi itu?. Bupati Bantaeng kemudian membuat show window di areal 6 Ha yang terletak di Kelurahan Lamalaka. Di areal inilah kemudian dilakukan inovasi sistem penanaman yang kini dikenal dengan sistem penanaman LEGOWO-21 (2 baris 1 lorong).

Pola ini menggunakan logika sederhana, bahwa semua tanaman yang berada di pinggir otomatis akan memperoleh sinar matahari dan udara yang lebih baik dibanding jika berada di bagian dalam.

Tahap awal, penanaman dilakukan terhadap 20 jenis varietas, termasuk lima jenis hybrida. Ini dimaksudkan untuk mendukung sistem penanaman berkelanjutan dengan menyiapkan benih unggul hasil penangkaran sendiri dan untuk jangka panjang, benih unggul tersebut dharapkan mampu mensuplai kebutuhan bibit petani di Sulsel, bahkan di Kawasan Indonesia Timur (KTI).

Selain tanaman padi, Nurdin Abdullah juga mengupayakan peningkatan kesejahteraan petani dengan menyiapkan bibit tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti apel dan strawberry.

Kedua jenis tanaman ini melengkapi tanaman kentang, sawi, wortel dan berbagai jenis sayuran lain yang sudah sangat dikenal masyarakat. Agar petani bisa melakukan diversifikasi, Bupati Bantaeng kemudian membawa petani ke pusat pengembangan tanaman apel di Batu, Jawa Timur dan strawberry di Ciwidei, Bandung, Jawa Barat.

Ia berharap, dengan melihat langsung cara pengembangan tanaman tersebut, petani akan lebih mudah menyerap dibanding hanya diberi bibit dan penyuluhan. Hasilnya, ternyata di luar dugaan.

Strawberry yang ditanam di Muntea, Desa Bontolojong Kecamatan Ulu Ere ternyata mampu menyerap perhatian masyarakat kota dan daerah lainnya di Sulsel. Beberapa peneliti dan wisatawan asing yang melakukan perjalanan ke selatan Sulsel bahkan tak ingin kehilangan waktu menyaksikan perkebunan buah berwarna merah berbentuk hati itu.

Sedang tanaman apel yang dikembangkan di desa yang sama, kini sudah mulai menunjukkan hasil. Tanaman yang didatangkan langsung dari Batu, Jawa Timur yang kini mencapai 6000 pohon (dari 10 ribu) tersebut tumbuh dengan baik.

Jika semua berjalan sesuai rencana, maka pada 2011, harapan menjadikan Kecamatan Ulu Ere sebagai kawasan agro wisata akan terwujud. Nurdin Abdullah bahkan sudah menunjuk Desa Bontolojong sebagai percontohan Desa Mandiri di kabupaten bertetangga Jeneponto dan Bulukumba ini.

Untuk menunjang hal itu, Tim Penggerak PKK Kabupaten Bantaeng yang dipimpin Hj Lies F Nurdin juga sudah melakukan sosialisasi dan pelatihan pengembangan tanaman hias kepada kelompok perempuan di desa itu.

Pengembangan tanaman hias tersebut, selain dimaksudkan sebagai antisipasi kedatangan wisatawan lokal, nusantara maupun asing, juga mengantisipasi pasar ekspor seperti masuknya permintaan tanaman hias dari Korea Selatan (Korsel).

Selain pengembangan tanaman apel, strawberry dan tanaman hias di Kecamatan Ulu Ere, Pemerintah Daerah juga mengembangkan tanaman manggis di Kecamatan Ere Merasa.

Di kecamatan yang dikenal memiliki berbagai industri air kemasan ini juga akan dikembangkan penanaman teh bekerjasama industri teh terkemuka, Sosro.

Bupati Nurdin Abdullah tak berhenti sampai disitu, salah satu terobosan yang juga diyakini mampu meningkatkan pendapatan masyarakat adalah dengan mengembangkan komoditi baru, Talas Jepang.

Pengembangan talas yang oleh masyarakat dikenal dengan Talas Tikus (Safira) dilakukan di seluruh kecamatan sebab tanaman yang satu ini hanya memerlukan lahan berketinggian 200 meter ke atas dari permukaan laut.

Komoditi yang dipercaya memiliki khasiat yang mampu mencegah penyakit kanker payudara, diabetes dan berbagai jenis penyakit lainnya itu bahkan sudah memiliki pasar yang jelas sebab industrinya telah terbangun di kawasan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng.

Industri pengolahan talas milik investor Jepang PT Global Seafood Internasional Indonesia itu membutuhkan bahan baku 10 ton/hari untuk memenuhi ekspor ke Negara Sakura tersebut.

Selain talas, di lokasi yang sama juga berdiri industri pengolahan ikan yang juga investasi pengusaha Jepang. Industri yang mengolah ikan menjadi makanan siap saji dalam bentuk nugget ini membutuhkan bahan baku 40 ton/hari.

Karena itulah, baik petani maupun nelayan di tanah Butta Toa diharapkan memenuhi kepentingan ekspor tersebut sebab selain menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, juga meningkatkan penghasilan.

Selain investor asing yang sudah menanamkan modalnya dalam jumlah puluhan miliar rupiah (Rp40 miliar), pengusaha lokal PT Wijaya Lestari Perkasa juga menanam modal Rp30 miliar dalam bentuk pembangunan Stasiun Pengisian Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kecamatan Pajukukang.

Stasiun elpiji ini akan memenuhi pasar enam kabupaten di selatan Sulsel mulai dari Takalar, Jeneponto, Bulukumba, Sinjai, Selayar dan Bantaeng. Ketiga industri tersebut kini sudah siap beroperasi untuk memenuhi pasar, baik lokal maupun ekspor.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, investor Korea dari kelompok Dragon Land pun tak mau ketinggalan. Investor yang akan mengolah jagung berbasis ekspor ke Korea tersebut akan mengolah jagung menjadi ethanol dan pakan ternak.

Untuk memenuhi rencana itu, Dragon Land membutuhkan lahan seluas 31.000 Ha dengan jumlah investasi 20 juta dolar AS.

Izin investasinya sudah mendapat persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bernomor 165/II/PMA/2009 tertanggal 5 Mei 2009 yang ditandatangani Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal, Achmad Kurniadi.

Selain investor Jepang dan Korea, investor asal China, Min Yang Industries juga tertarik mengembangkan ubi kayu (tapioka). Perusahaan yang akan memasok kebutuhan industri tapioka terbesar China, Quang Si di Kabupaten Nan Ning tersebut telah menemui Bupati Bantaeng HM Nurdin Abdullah.

BUMN China tersebut bermaksud mengolah tapioka menjadi beberapa jenis produk, termasuk makanan, kain, kertas, alcohol, dan bahan bakar. Bila semua investor dapat mewujudkan pengolahannya di daerah ini, selain penyerapan tenaga kerja, harapan besarnya adalah meningkatkan pendapatan masyarakat. Ini belum termasuk sektor perikanan, khususnya rumput laut.

Pengembangan budidaya rumput laut dilakukan disepanjang pantai Bantaeng 21 kiloemeter. Komoditi inipun akan segera diolah dengan ditunjuknya daerah ini menjadi sentra pengembangan rumput laut Indonesia oleh Pemerintah Pusat melalui Dirjen Pengolahan dan Peningkatan Produksi Departemen Kelautan dan Perikanan.

Nurdin Abdullah percaya, bila kesejahteraan masyarakat membaik, otomatis masalah pembayaran pajak dan jenis kewajiban masyarakat lainnya akan terpenuhi.

(Tim Work)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024