Makassar (ANTARA Sulsel) - Pengamat Tata Kota Universitas Hasanuddin Agus Salim menyatakan aturan yang melarang operasional truk dalam Kota Makassar pada jam tertentu dianggap mandul dan tidak berjalan maksimal.

"Kebijakan ini hanya sesaat saja berlaku dan tidak konsisten pelaksanaannya. Mau diatur sesuai aturan perkotaan tapi sudah diterapkan karena itu di bawah kendali bos-bos besar," ungkap Agus Salim saat dihubungi di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Ia menuturkan ada kekuatan besar sehingga aparat yang bertugas tidak bisa berkutik, padahal sebelumnya Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto sudah menegaskan dan menegakkan aturan.

"Harus ada pertemuan membahas ini bukan hanya Pemerintah Kota Makassar, tapi Bupati Gowa dan Maros dan pemilik truk termasuk bos besar tadi itu bertemu dan menyepakati aturan yang ada," bebernya.

Peraturan Wali Kota (Perwali) Makassar nomor 94 tahun 2013 tentang Peraturan Operasional Kendaraan Angkutan Barang di wilayah Makassar sudah direvisi dan truk muatan delapan ton atau 10 roda hanya boleh beroperasi mulai pukul 21.00 WITA -05.00 WITA berlaku 1 Maret 2015.

Kecuali dalam perwali itu dijelaskan kendaraan TNI dan Polri serta kendaraan dinas pemerintahan, angkutan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas menjadi mengecualian.

"Sudah ada aturan yang jelas, ini kan tidak main-main. Wali Kota yang semangat menegakkan perda namun di sisi lain Kepala Daerah kabupaten ini yang tidak memahami kondisi. Sudah banyak nyawa melayang karena pembiaran itu," tegasnya.

Sebelumnya, salah satu korban bernama Surialang meninggal dunia digilas truk bermuataan pasir dengan nomor polisi DD 9770 AM di dekat Mal Tos jalan Perintis Kemerdekaan. Korban diketahui jurnalis Harian Fajar, hendak meliput kegiatan di asrama Haji Sudiang.

Menurut saksi mata Suryadi Maswatu yang mengantar korban ke Rumah Sakit menuturkan tidak ada petugas lalulintas saat kejadian itu, termasuk petugas Dinas Perhubungan. Padahal ada pos polisi di pertingaan PLTU Tallo tersebut.

"Kejadian persis di depan mata saya, korban di gilas mobil truk bermuatan pasir. Supirnya malah lari, dan saat itu sangat macet karena posisi korban berada di tengah jalan, tidak ada polisi dan saya meminta tolong kepada pengguna jalan, syukur ada mobil dikemudikan Pak Syahril mau mengantar ke rumah sakit," ucapnya menceritakan.

Kejadian truk menambrak pengguna jalan bukan sampai disitu sejumlah kasus terus bertambah, bukan hanya kepada jurnalis tetapi anggota TNI, Masyarakat sipil. Bahkan tiga tahun lalu (2012), jurnalis Harian Tribun Timur Adin Syekhuddin harus meregang nyawa dilindas truk, hingga saat ini kasusnya pun tidak ada kejelasan.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Makassar Marimin Tahir saat dikonfirmasi mengenai kebijakan itu, ponsel miliknya tidak aktif, sampai di telepon berkali kali tidak aktif, begitupun saat diberi pesan pendek tidak direspon.

Sekertaris Komisi D membidangi perhubungan sebagai mitra kerja DPRD Provinsi Aryadi Arsal mengatakan pihaknya akan mengagendakan pertemuan untuk membahas persoalan klasik itu yang tidak kunjung usai.

"Dalam waktu dekat kita akan panggil semua pihak terkait untuk membahas persoalan ini. Memang diakui operasi truk dalam kota sudah menyalahi aturan dan melanggar, tetapi juga masih saja ada beroperasi, ini ada apa sebenarnya," tegas dia.

Salah satu sopir truk mengungkapkan terkadang petugas Dinas Perhubungan juga "bermain" dan mau menerima suap dari supir lainnya untuk diloloskan membawa muatan timbunan ke Pantai Losari.

"Biasanya mau mereka kalau dikasih Rp50 ribu satu kali race, tergantung bujukan dan keinginan mereka, kalau diminta yang `besar` kami juga tidak mau," ucap pria paruh baya itu yang enggan namanya di ekspos alasan terkait pekerjaan.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024