Makassar (ANTARA Sulsel) - Sejumlah buruh di Makassar Sulawesi Selatan mengharapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dinaikkan hingga 10 persen mengingat kebutuhan hidup terus meningkat.

"Kami para buruh berharap pengusaha dan pemerintah menaikkan UMP maksimal 10 persen melihat kondisi yang ada saat ini," ujar Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulsel Sibali di Makassar, Selasa.

Menurut dia penetapan Upah Minimal Provinsi (UMP) harus tetap berdasarkan regulasi yang ada, yaitu melalui Survei Kebutuhan Hidup Layak (SKHL) termasuk pembahasan di tingkat Dewan Pengupahan.

"Saat ini upah buruh Rp2 jutaan belum masuk pajak, sementara kebutuhan dasar terus meningkat, tentu ini harus menjadi perhatian," paparnya.

Kendati Indonesia saat ini mengalami pelambatan ekonomi sehingga pelaku usaha akan menekan upah pekerja sebagai dalih atas kurangnya daya dorong peningkatan ekonomi, namun kata dia, itu bukan alasan.

"Banyak cara lain untuk melanjukan usaha yang bisa ditempuh seperti pemberian insetif pajak, mengurangi biaya impor bahan baku termasuk menggunakan bahan baku lokal yang kualitasnya hampir sama," harapnya.

Bila nantinya upah buruh ditekan dengan faktor pelambatan ekonomi dipernagruhi kurs dolar yang semakin tinggi, maka lanjut dia, daya beli masyarakat akan produk akan melemah dan akan berdampak pada peningkatan ekonomi.

Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Sulsel, Simon S Lopang mengatakan Dewan Pengupahan tengah melakukan langkah-langkah stategis sebelum masuk dalam pembahasan UMP yang diharapkan akan ditetapkan pada November 2015.

Dirinya menilai pembahasan UMP tersebut sangat kompleks karena di satu sisi harga barang kebutuhan dasar pokok terus mengalami peningkatan, disisi lain ekonomi Indonesia semakin melambat dipengaruhi krisis global.

"Masukan itu tetap kita akomodir, namun itu nantinyatergantung pembahasan di tingkat dewan pengupahan mengingat saat ini ekonomi melambat ditambah kurs dolar yang tidak stabil," tambahnya.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024