Makassar (ANTARA Sulsel) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang menunjuk dan menguasakan Kejaksaan Negeri Makassar sebagai "pengacaranya" menargetkan Rp3 triliun dari 158 perusahaan.

"Kami telah menyerahkan daftar perusahaan itu ke Kejari Makassar dan kami berharap semua perusahaan itu bisa memenuhi kewajibannya," kata Kepala BPJS Ketenagakerjaan Makassar Rasyidin di Makassar, Senin.

Dia menjelaskan, dari 158 perusahaan yang menunggak membayar iuran, 92 perusahaan masuk kategori perusahaan menunggak iuran (PMI) dan 66 perusahaan masuk kategori perusahaan wajib belum daftar (PWBD) dengan total dana yang tak dibayarkan mencapai Rp3 miliar.

Rasyidin berharap dengan adanya surat kuasa yang diserahkan BPJS Ketenagakerjaan, maka pihak kejaksaan segera menindaklanjutinya dan menyurati semua perusahaan yang menunggak pembayarannya.

"Yah sesuai saja dengan jumlahnya yang diberikan kuasa. Jumlahnya itu ada 158 perusahaan yang membandel dan inilah yang akan ditagih," katanya.

Menurut Rasyidin, perusahaan yang sudah terdaftar sampai saat ini, yakni sebanyak 5.182 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sekitar 182.640 orang.

Di luar itu sifatnya mandiri atau suka rela yang tidak masuk dalam ranah Kejaksaan. Potensi perusahaan yang belum mendaftar masih ada sekitar 1.200 perusahaan.

"Walau dilindungi undang-undang sifatnya suka rela karena informal," terangnya.

Pihaknnya juga terus menggalakkan kerjasama dengan PTSP dan perizinan di tingkat kecamatan agar tidak mengeluarkan izin sebelum perusahaan mendaftarkan pekerjanya.

"Targetnya tidak ada lagi perusahaan yang pekerjakan pekerja tidak ikut BPJS Tenaga kerja. Target kita tahun ini 26 ribu perusahaan tapi kerjasama juga dengan BRI," ujarnya.

Kepala Kejaksaan Negeri Makassar Deddy Suwardy Surachman menuturkan jika pihak kejaksaan telah menerima surat kuasa khusus (SKK) sebanyak 158 perusahaan yang diberikan secara bertahap sejak Februari lalu.

SKK itu terdiri dari 92 perusahaan menunggak iuran dan 66 perusahaan wajib belum daftar. Penyerahan SKK itu berdasarkan nota kesepahaman antara Kejaksaan dengan BPJS.

Dari total perusahaan yang dianggap membandel itu ada sekitar Rp3 miliar pendapatan keuangan negara. Kejaksaan, kata Deddy, melalui bidang Perdata dan Tata Usaha Negara baru memulihkan sekitar Rp927 juta.

"Belum semua SKK ditindaklanjuti dan ke depannya semua SKK ini akan segera ditindaklanjuti. Jumlah iuran yang dipulihkan sudah Rp927 juta," sebutnya.

Deddy bersyukur karena sejauh ini Kejaksaan mampu menangani masalah itu hanya melalui upaya non litigasi yakni negosiasi dan mediasi. Namun bila ke depannya ada perusahaan yang tetap menolak menjalankan kewajibannya maka upaya represif akan ditempuh.

Dia menyebutkan, dalam undang-undang BPJS disebutkan ancaman pidana bagi perusahaan yang membandel maksimal delapan tahun dan atau denda sebesar Rp1 miliar.

"Kami berharap semua perusahaan bisa sadar hukum tanpa harus diperhadapkan pada masalah konsekuensi hukum," ujarnya. 

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024