Makassar (ANTARA Sulsel) - Kementerian Prasarana Umum dinilai melecehkan udangan Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Barat kerena mengutus orang yang tidak berkompeten dalam menyelesaikan masalah ganti rugi lahan tol Reformasi di Makassar.

"Harusnya minimal Direktur Jenderal atau Dirjen Kementerian PU datang bukan bagian hukumnya. Ini jelas pelecehan institusi kepolisian Sulselbar sebagai fasilitator pada kasus ini," sesal kuasa hukum ahli waris, Andi Amin Halim Tamatappi di Makassar, Jumat.

Menurut dia perwakilan Kementerian PU yang datang dalam pertemuan itu tidak mengerti persoalan dan beralasan semua orang baru, padahal persoalan ini sudah berjalan 15 tahun lamanya, selain itu juga dipertanyakan mengapa Kementerian PU selalu menyangkal.

"Semua putusan diberkas ini lengkap pak, ada semua mau cari apa lagi, jelas sudah ada perintah pembayaran di tingkat PK, maka bayarlah. Kenapa lagi harus mencari dokumen dengan alasan mau dikaji ulang, padahal ini jelas lahannya sudah dibayar setengahnya," tegas dia.

Selain itu pertemuan tersebut yang difasilitasi langsung Kapolda Sulselbar Irjen Pol Pudji Hartanto jauh hari sebelumnya ternyata mengecewakan, sebab diharapkan pimpinan datang namun hanya menyuruh anak buahnya, padahal persoalan ini bukan kecil tapi menyangkut orang banyak.

"Kami anggap pertemuan itu hanya akal-akalan kementerian untuk mengulur-ulur waktu. Jelas kok saat itu pak Kapolda telepon langsung pimpinan Kementerian PU, dan memastikan hadir, namun faktanya hanya konco saja yang datang," kesalnya.

Pihaknya menegaskan kembali bila dalam waktu 14 hari diberika Kementerian PU untuk segera menindalanjuti persoalan ini, bila tidak ada informasi balik kapan pembayaran dilakukan, maka ahli waris akan mempidanakan Kementerian Umum.

"Kami juga akan menutup tol reformasi secara permanen, tidak ada alasan lagi yang bisa kami terima. Ini hak mereka yang harus diselesaikan dan tidak ada masalah lagi, kenapa ditahan-tahan, apa uangnya sudah habis dikorupsi," katanya dengan nada tegas.

Sementara pihak Kementerian PU melalui Kepala Sub Bagian Hukum Kementerian PU Rezky Wahyu berdalih dengan bahasa klasik bahwa baru menjabat disana dan belum mengetahuisepenuhnya atas permasalahan tersebut.

"Kalau mengenai pembayaran kapan, saya tidak bisa menjawab, karena saya baru menjabat pak. Yang jelas kami pelajari dulu permasalahan ini, tetapi ini sudah naik ke meja pimpinan," kilahnya.

Berdasarkan landasan paling kuat adalah dalam putusan PK di Mahkamah Agung nomor 17/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010 bersifat incraht atau tetap diperintahkan segera membayarkan sisa ganti rugi senilai Rp9 miliar lebih, namun hingga kini tidak ada kejelasan mulai 2001-2015. 

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024