Makassar (ANTARA Sulsel) - Mega Proyek Central Point of Indonesia (CPI) di kawasan Pantai Losari Makassar membutuhkan meterial timbunan sebanyak 22 juta kubik untuk luas 157 hektare dan akan rampung tahun 2018.

Seluas 12 hektare diantaranya menggunakan material darat karena untuk menimbun rawa air payau dan 145 hektare lainnya reklamasi menimbun laut untuk menjadi daratan menggunakan material timbunan pasir laut melalui perizinan Menteri Kelautan dan Perikanan, kata General Manager Joint Operation (JO) Ciputra Yasmin Bumi Asri, Tony Kustono di Makassar, Kamis.

Dari 157 hektare kawasan reklamasi tersebut, sebanyak 50 hektare di antaranya menjadi milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, selebihnya adalah milik pelaksana proyek JO Ciputra Yasmin Bumi Asri. Sedangkan reklamasi laut akan menggunakan kontraktor internasional yang berpengalaman melakukan reklamasi, ujarnya yang didampingi konsultan Humas Erlang.

Dalam proyek bernilai triliunan rupiah tersebut saat ini sedang dibangun Wisma Negara menyusul akan dibangun "Outdoor museum", Masjid, Kondominium, apartemen, mall, pusat kuliner, kawasan bisnis, publik Marina, hotel bintang lima, universitas, pemukiman mewah yang lahannya akan menjadi hak milik, karebosi baru serta pantai pasir putih buatan sepanjang 600 meter.

Selama ini, Pantai Losari Makassar adalah pantai tanpa pasir dan pada area tertentu akan ditimbun pasir putih layaknya pantai-pantai lainnya di tanah air.

Tony menyatakan, pihaknya tidak kaget bila dalam pelaksanaan mega proyek tersebut terjadi konflik-konflik kecil yang merupakan reaksi dari ketidaktahuan, kecemburuan sosial atau persaingan bisnis.

Namun pihaknya yakin Pemerintah Provinsi Sulsel sebagai pemilik proyek dapat mengatasinya, sehingga Ciputra Grup sebagai pelaksana proyek dapat melaksanakan proyek tersebut sesuai target waktu, ujarnya.

Tony meluruskan penilaian pihak tertentu bahwa ini adalah proyek penunjukkan. Yang benar proyek kebanggaan Gubernur Sulsel ini dimenangkan melalui tender terbuka.

Dia juga menguraikan bahwa mega proyek CPI ini telah memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) serta izin reklamasi, lalu Ciputra Grup melaksanakan aktivitas dalam kawasan itu.

Amdal yang ada saat ini dilakukan revisi (adendum) sesuai penyempurnaan disain (site plan), dan itu adalah hal biasa dalam proyek besar, katanya.

Menyinggung sikap PT GMTD Tbk yang sejak sepekan terakhir melarang truk bermuatan material timbunan CPI melewati jalan di kawasan Tanjung Bunga, pihaknya kata Tony menyerahkan sepenuhnya kepada Pemprov Sulsel sebagai pemilik proyek untuk menyelesaikan dengan pihak GMTD.

Sebab menurut penjelasan Pemprov Sulsel, benar jalan itu dibangun oleh PT GMTD Tbk, namun itu adalah fasilitas umum dan bukan eksklusif yang seharusnya fasum itu sudah diserahkan kepada pemerintah.

Pemprov Sulsel menjanjikan pekan ini akan duduk satu meja Pemprov, GMTD dan Kepolisian untuk penyelesaian. Sedangkan pihak Ciputra sebagai pelaksana proyek hanya menunggu penyelesaian lalu melanjutkan proyek milik Pemprov Sulsel tersebut.

Kalau dikatakan ada etika bisnis yang dilanggar, pihak Ciputra menampik, ujar Tony, sebab sejak tahun 2014 pihaknya sudah datang langsung ke GMTD dan bersurat resmi sebagai langkah "kulonuwun", namun tidak ditanggapi.

"Kami yakin, mega proyek ini akan selesai tepat waktu dan menjadi kebanggaan masyarakat Sulsel, khususnya Makassar karena didukung penuh oleh Pemerintah Provinsi Sulsel dan Pemerintah Kota Makassar," ujarnya.

Diketahui CPI berbatasan langsung dengan kawasan bisnis, wisata dan hunian mewah Tanjung Bunga yang dikelola oleh PT GMTD Tbk (Lippo Grup) yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar dan Pemkab Gowa). Sedangkan CPI Losari Makassar adalah mega proyek Pemprov Sulsel yang pelaksanaannya dilakukan oleh Ciputra Grup. 

Pewarta : Nurhaya J Panga
Editor :
Copyright © ANTARA 2024