Makassar (ANTARA Sulsel) - Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Belopa untuk segera mengusut uang pengembalian kerugian Rp4 miliar dari tersangka Irsan Syarifuddin.

"Uang pengembalian ini harus diusut, kejaksaan jangan mendiamkannya saja karena pengembaliannya penuh rekayasa," tegas Ketua LKBHMI Cabang Makassar Habibi Masdin di Makassar, Minggu.

Dia mengatakan, uang pengganti kerugian negara sebesar Rp4 miliar dari Rp8 miliar itu, sejak beberapa pekan lalu telah dikembalikan oleh tersangka kasus dugaan korupsi alat kesehatan RSUD Batara Guru Belopa, Kabupaten Luwu, Andi Irsan melalui istrinya Hamsina yang mengantarkannya langsung ke penyidik.

Berdasarkan informasi, uang senilai Rp4 miliar yang dikembalikan Andi Irsan diduga bersumber dari pengusaha ternama di Kabupaten Gowa. Pengusaha tersebut diketahui adalah bos atau orang dekat dari Irsan.

Bahkan sebelum pengembalian dilakukan sudah ada temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa ada uang Rp8 miliar yang sumbernya tidak jelas, ditemukan di rekening istri pengusaha tersebut.

Diduga, uang pengembalian itu untuk menutupi peran pengusaha sehingga dibuatlah rekayasa pengembalian kerugian seolah-olah dari Irsan yang dalam proyek itu bertindak sebagai rekanan.

"Mestinya kalau kejaksaan memang mau transparan dan berani, harusnya dari awal sudah dilakukan pengecekan ke pihak bank. Apakah uang itu betul dari rekening tersangka atau ada yang mentransferkan," ujarnya.

Jangan sampai, lanjut Habibi, uang tersebut merupakan uang kerugian negara yang masuk ke rekening orang terdekat dengan tersangka yang sengaja ingin dikaburkan.

"Penyidik harusnya bisa jeli melihat keganjilan pada pengembalian uang Rp4 miliar itu," jelas Habibi.

Ia menegaskan, bila pihak penyidik tidak mampu untuk membongkar ini, dia akan melaporkan hal tersebut ke pihak Komisi Kejaksaan agar kasus ini tidak ditutup-tutupi.

"Kita akan bersurat ke Komisi Kejaksaan, jangan sampai ada yang bermain dalam pengembalian uang kerugian negara kasus Alkes Belopa," tegas Habibi.

Pada tahun 2012, proyek pengadaan Alkes tersebut dilakukan dua kali dengan nilai masing-masing Rp 6,9 miliar dan Rp 4,9 miliar yang dikerjakan oleh PT Elang Perkasa.

Sedangkan di tahun 2013, pengadaan juga dilakukan dua kali penganggaran dengan nilai anggaran Rp2 miliar dan Rp19,2 miliar, yang dimenangkan oleh PT Seven Brothers.

Alat yang diadakan pada proyek pengadaan tersebut mencapai ratusan unit, di antaranya, CT Scan, ranjang pasien, tabung oksigen, alat anestesi, meja operasi, kursi, dan jental kit.

Proyek Alkes tersebut diduga terindikasi penggelembungan sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp8 miliar. Itu berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024