Kolonodale, Sulteng (ANTARA Sulsel) - Banjir bandang yang melanda beberapa desa di Kecamatan Petasia Timur dan Petasia Barat, Kabupaten Morowali Utara (Morut), Sulawesi Tengah, mengakibatkan ribuan penduduk harus diungsikan ke tempat yang lebih aman.

Keterangan yang dikumpulkan Antara dari Kolonodale, Kamis, menyebutkan, rumah kediaman warga rata-rata terendam cukup parah bahkan ada yang setinggi atap rumah.

Pengungsian terbesar terjadi di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur. Pengungsi di desa yang terletak di poros jalan utama Poso-Kolonodale itu mencapai 341 KK (kepala keluarga) atau 1.235 jiwa. Dari jumlah itu terdapat 21 ibu hamil, 199 jiwa balita.

Kemudian warga Desa Togo Mulya, Kecamatan Petasia Barat, mengungsi di Balai Desa Maralee sebanyak 69 KK atau 189 jiwa. Jumlah ini diperkirakan masih akan bertambah karena permukaan air di desa itu terus naik.

Selanjutnya, sekitar 200 warga Desa Moleono, Petasia Barat, juga diungsikan ke balai desa setempat karena rumah mereka rata-rata sudah terkepung banjir.

Daerah terparah terjadi di Desa Tompira dan Bunta Kecamatan Petasia Timur, kemudian Desa Moleono, Sampalowo, Moleono, Togo Mulya, Tiu, Mondowe, Maralee, Tontowea di Kecamatan Petasia Barat serta Desa Koromatantu Kecamatan Petasia.

Selain perumahan penduduk yang terendam, masyarakat setempat juma mengalami kerugian material seperti kehilangan ternak, sawah padi yang terendam, tanaman tahunan dan kerugian material lainnya.

Kepala Desa Bunta, Alfred S Pantilu, yang ditemui di tempat pengungsian di Bunta, menjelaskan banjir ini sudah mulai terjadi sejak awal bulan April lalu akibat curah hujan yang cukup tinggi.

"Puncaknya terjadi tanggal 9 April. Setelah itu pelan-pelan surut sehingga kendaraan roda dua bisa melintas meski genangan air di beberapa titik jalan raya masih ada," jelasnya.

Selanjutnya, kata Kades, dua hari terakhir ini permukaan air kembali tinggi akibat hujan terus menerus yang terjadi di hulu Sungai La di Kecamatan Mori Atas. Bahkan di tengah jalan antara Tompira-Bunta-Korololama ketinggian mencapai 70 cm sampai satu meter. Akibatnya kendaraan sepeda motor harus naik rakit, begitu juga manusia.

"Banjir ini sudah melampaui banjir besar tahun 2010. Kalau hujan masih terus terjadi di Mori Atas, jalan raya Tompira-Bunta bisa putus total. Saya perhatikan air ini naik terus," kata Kades Pantilu.

Mengenai kondisi korban banjir yang tinggal di pengungsian, ia mengatakan warga sangat membutuhkan tambahan kelambu, tikar, dan selimut. Selain itu sangat perlu obat nyamuk karena saat ini nyamuk sangat merajalela.

Salah seorang pemilik rakit (motor tempel) di Tompira yang ditemui di lokasi menceritakan, tanda-tanda akan bertambah parahnya luberan air di tengah jalan sudah terlihat sejak Selasa malam. Kondisi itu terus bertambah hingga Rabu malam.

Hal yang sama juga diungkapkan Sekretaris Desa Togo, Matius, saat ditemui di lokasi pengungsian Balai Desa Maralee. Menurutnya, yang paling dibutuhkan pengungsi adalah selimut, kelambu, tikar dan obat nyamuk.

"Selain itu, bantuan bahan makanan seperti beras dan lauk pauk juga tidak lancar sehingga kami terpaksa meminjam di kios,¿ jelas Matius.

Bupati Morowali Utara, Aptripel Tumimomor, yang meninjau lokasi pengungsian di Maralee, Moleono dan Bunta, pekan lalu, meminta kepada semua petugas posko bencana alam untuk memperhatikan kebutuhan para pengungsi.

"Yang terpenting kita selamatkan dulu saudara-saudara kita. Jangan sampai mereka tidak makan, jangan sampai ada yang mengeluh kelaparan," kata bupati saat bercakap-cakap dengan petugas posko banjir di Maralee.

Pewarta : Rolex Malaha
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024