Makassar (ANTARA Sulsel) - Sejumlah LSM yang fokus pada pemberantasan korupsi memberikan penilaian buruk atau rapor merah kepada kinerja Kejaksaan Negeri Makassar yang berencana menghentikan penyelidikan dugaan pembebasan lahan untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sudiang.

"Proses penyelidikan kasus ini sudah sangat jauh dan sudah akan memasuki tahap penyidikan. Indikasi mark-up anggaran dan pembayaran besar sekali, tapi Kajari ingin menghentikannya. Ini citra buruk bagi kejaksaan," ujar Staf Peneliti Anti Corruption Committe (ACC) Farid Wajdi di Makassar, Sabtu.

Dia mengatakan, penghentian pengusutan pembebasan lahan TPU Sudiang tentunya bisa menambah catatan buruk terkait kinerja Kejari Makassar yang selama ini memang banyak disoroti oleh LSM anti korupsi.

Padahal, awalnya tim Intelijen Kejari Makassar sangat antusias mengusut kasus tersebut dan setelah kasusnya mulai ditingkatkan ke bidang pidana khusus, justru kasus tersebut malah akan dihentikan.

"Kan awalnya ini bahan telaah dan penyelidikan oleh Tim Intelijen kemudian ditingkatkan penanganannya ke bidang pidana khusus. Tapi kenapa setelah berjalan, kok malah kasusnya ingin dihentikan oleh Kajari," katanya.

Farid menduga ada kongkalikong dalam penanganan perkara ini. Pasalnya sebelumnya pihak Kejari Makassar telah menemukan adanya indikasi korupsi dalam pembebasan lahan TPU Sudiang.

Menurut dia, seharusnya setiap perkara yang ditangani oleh Kejari Makassar harus mampu dituntaskan secara profesional. Bukannya malah dihentikan seperti kasus Hotel Pesonna, kasus Puskesmas Bangkala dan Kasus Pembangunan gedung labratorium BPOM.

Selain itu juga ada kasus yang masih mangkrak ditangani Kejari Makassar seperti Kasus Kayangan, kasus BLUD Labuangbaji dan kasus Lahan Telkomas.

"Inilah catatan buruk penanganan kasus di Kejari Makassar yang tentunya menjadi rapor merah kinerja Kejari Makassar. Kalau tidak disoroti, akan sangat berbahay ini," tandasnya.

Sebelumnya, berdasarkan hasil penyelidikan awal, tim Intelijen Kejaksaan Negeri Makassar menemukan adanya penyimpangan dalam pembebasan lahan yang telah dibebaskan untuk TPU tersebut seluas 2,5 hektare (ha).

Harga lahan yang telah dibayarkan kepada ahli waris sebesar Rp700 ribu per meter, sementara harga yang diusulkan dalam APBD untuk pembebasan lahan tersebut adalah Rp800 ribu per meter.

Dalam pembebasan lahan TPU tersebut terdapat selisih dengan yang diterima oleh ahli waris sebagai pemilik lahan yang disinyalir ada indikasi penggelembungan antara harga pembebasan lahan dengan harga yang diusulkan dan dibayarkan kepada pemilik lahan.

Anggaran pembebasan lahan untuk TPU Sudiang dikucurkan melalui UPTD Pemakaman yang dibawahi oleh Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar.

Selain itu, ahli waris yang telah menerima pembayaran pembebasan lahan untuk TPU tersebut diketahui tidak memiliki hak. Sebab lahan tersebut adalah lahan fasilitas umum yang semestinya adalah milik pemerintah, namun diterbitkan sertifikat hak milik. 

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024