Makassar (ANTARA Sulsel) - Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pesisir (ASP) mengelar aksi di depan kantor Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN), Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

Aksi damai tersebut jelang putusan perkara terkait reklamasi di Pantai Losari kawasan barat Makassar tepatnya pada lokasi Center Poin of Indonesia (CPI) jalan Metro Tanjung Bunga seluas 157 hektare pada Kamis 28 Juli 2016.

"Kami berharap agar majelis hakim PTUN Makassar yang menangani masalah ini bisa memutus perkara dengan sangat objektif berdasarkan hasil persidangan sebelumnya," ujar perwakilan ASP Nur Aisyah disela aksi.

Menutnya berdasarkan pantaun sidang-sidang sebelumnya. pihak ASP menyakini bahwa adanya kesalahan pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi kepada PT Yasmin Bumi Asri bekerja sama PT Ciputra Grup cacat prosedural.

Selain itu selama persidangan berlangsung di PTUN terkait sengketa reklamasi tersebut, pihak tergugat Pemprov Sulsel dan pihak yang diberi izin reklamasi pantai tidak mampu menujukkan dokumen perizinan sebagaimana yang diminta hakim saat persidangan.

Sementara perwakilan ASP lainnya Muhammad Al Amin mengatakan selama proses persidangan, banyak ditemukan fakta, dimana pembahasan Adendemum Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) CPI melanggar ketentuan yang semestinya.

"Izin pelaksanaan reklamasi diterbitkan pada 2013 sementara pembahasan Addendum Amdal baru dibahas 2016, dimana logikanya izin itu diterbitkan sebelum pembahasan Amdal. Parahnya lagi izin reklamasi tidak diawali terbitnya izin lingkungan," beber Amin.

Perwakilan warga pesisir Syamsuddin Daeng Gasa (57) yang terkena dampak langsung dari reklamasi itu ikut hadir saat aksi menyebutkan, selama reklamasi itu berjalan pada 2013 pendapatan sangat menurun drastis dibandingkan sebelum adanya reklamasi.

"Jalur masuk ke pelelangan ikan Lelong sudah tertutup dan kapal-kapal tidak bisa sandar lagi di dermaga TPI Lelong. Tangkapan ikan sudah berkurang drastis. Bahkan kami dilarang mancing di daerah reklamasi," tuturnya.

Dirinya berharap hakim PTUN bijaksana melihat persoalan kemanusiaan itu dan memutuskan perkara sesuai faktanya, sebab diketahui putusan hakim mempengaruh situasi. Hakim juga telah disumpah agar memutus perkara seadil-adilnya.

"Kami hanya orang kecil yang tidak tahu hukum, kami berharap hakim memutus perkara yang berpihak kepada orang kecil sehingga kami bisa lega bisa mendapatkan keadilan. Mudah-mudahan hakim tidak berpihak kepada orang salah," ujarnya.

Senada warga lainnya Mansyur (43) mengatakan dulunya bekerja sebagai buruh di TPI lelong sejak delapan tahun lalu, namun kini terpaksa berlaih profesi sebagai satpam karena pendapatan sudah berkurang.

"Dulunya saya bisa bangun rumah sedikit-sedikit, penghasilan Rp100 ribu perhari, anak-anak bisa dapat jajan, tetapi sekarang sudah berubah semuanya. Saya sekarang jadi Satpam di sekolah dasar dengan gaji Rp750 ribu per bulan habis dipakai makan," ungkapnya.

Sebelumnnya, puluhan aktivis dan mahasiswa mengelar aksi dengan membawa spanduk dan simbol-simbol penolakan reklamasi di kantor PTUN setempat dengan harapan hakim bisa memberikan keputusan objektif saat pemutusan perkara sengketa reklamasi pada Kamis (28/7).

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024