Makassar (ANTARA Sulsel) - Tim Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat ke Kupang, Nusa Tenggara Barat, menjemput Mufti Inti Priyanto, tersangka kasus korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Sulbar.

"Hari ini tim jaksa berangkat ke Kupang menjemput tersangka untuk menjalani persidangan kasusnya di Makassar," ujar Koordinator Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sulselbar, Noer Adi di Makassar, Minggu.

Mufti Inti Priyanto ini juga sudah berstatus terpidana di Nusa Tenggara Timur dalam perkara berbeda.

Tersangka Mufti ini untuk perkaranya di Pasangkayu, Sulbar akan menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassa.

Pemindahan tersangka, kata Noer, agar memudahkan persidangan, selain itu juga kasus yang menjerat tersangka merupakan kasus yang terjadi di Sulselbar.

"Kami juga telah melakukan koordinasi dengan pihak Dirjenpas, Kemenkum dan HAM agar tersangka bisa dipindahkan penahanannya ke Lapas Kelas I Makassar," katanya.

Menurut Noer, tersangka telah jadi terpidana di Kupang dalam kasus yang berbeda dan telah menjalani masa hukuman.

Kejati Sulselbar, kata Noer, masih harus memindahkan tersangka dari Lapas Kupang, untuk mengajukannya persidangan.

"Bila tersangka sudah kita pindahkan dari Kupang, berkasnya akan diserahkan ke Pengadilan Tipikor Sulbar untuk disidangkan," katanya.

Proyek PLTMH ini menggunakan dana hibah dari Amerika Serikat kepada pemerintah pusat sebanyak Rp1,7 miliar. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal ditunjuk sebagai pengguna anggaran untuk melaksanakan proyek tersebut.

Dalam pelaksanaannya proyek yang dibangun pada 2009 di Pasangkayu, Kabupaten Mamuju Utara tidak berjalan dengan baik. Rekanan yang mengerjakan proyek itu tidak menyelesaikannya. Padahal dana proyek telah dicairkan seluruhnya oleh pemerintah.

Untuk menyamarkan pekerjaannya, tersangka membuat laporan pertanggungjawaban fiktif seolah-olah proyek tersebut telah diselesaikan dengan baik. Tersangka melampirkan foto-foto hasil pekerjaan, namun kenyataannya berbeda dengan kondisi yang sebenarnya.

Berdasarkan pemeriksaan tim ahli konstruksi, penyidik menemukan progres pekerjaan hanya mencapai 15 persen. Adapun kerugian negara dari temuan itu mencapai Rp800 juta.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024