Makassar (ANTARA Sulsel) - Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo menanggapi tanggapan anggota DPRD Sulsel terkait integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan atas pengajuan Ranperda perubahan Peraturan Daerah (Perda) nomor 2 tahun 2009 tentang Kerja sama Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis.

"Selama ini kendala yang mendasar adalah anggaran pelayanan kesehatan gratis sulit dikendalikan, karena akan tergantung pada layanan kesehatan yang dibutuhkan pasien mulai fasilitas kesehatan tingkat pertama sampai pada rujukan tingkat lanjutan," papar Syahrul dalam penyampaian tanggapan pada Rapat Paripurna di kantor DPRD Sulsel, di Makassar, Jumat.

Dia menjelaskan biaya layanan kesehatan dapat melampaui anggaran yang disediakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) atau dengan kata lain harus selalu disiapkan anggaran perubahan yang cukup besar setiap tahunnya.

Tentang integrasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis itu, kata dia, tidak semua kabupaten dan kota yang melakukan penolakan dan lebih memilih Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), padahal Pemprov Sulsel telah beberapa kali melakukan sosialisasi dengan unsur terkait mengenai integrasi ke BPJS Kesehatan.

Selain itu, telah dilaksanakan upaya konkrit berupa penandatanganan Nota Kesepahaman dengan seluruh bupati dan wali kota di Sulsel yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara bupati dan wali kota dengan masing-masing perwakilan BPJS Kesehatan.

"Untuk koordinasi pembebanan biaya BPJS Kesehatan dengan Pemda setempat bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis dengan integrasi ke program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN tetap mengikuti pola sharing pembiayaan secara proporsional," katanya.

Beban biaya tersebut lanjut mantan Bupati Gowa dua periode ini menyebutkan, bahwa biaya sharing 40 persen tetap ditanggung Pemprov Sulsel dan akan dibayarkan ke kabupaten kota sesuai dengan data kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) daerah yang telah diverifikasi BPJS Kesehatan dan ditetapkan dengan keputusan bupati wali kota.

Sementara beban biaya sebesar 60 persen tetap ditanggung oleh kabupaten dan kota masing-masing. Sedangkan bagi masyarakat belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, Pemprov dan Pemda tetap melakukan sosialisasi bahwa masyarakat miskin dan tidak mampu akan ditanggung iuran BPJS kesehatannya dengan status PBI dari ABPD.

"Bagi masyarakat yang tergolong mampu akan didorong untuk menjadi peserta BPJS kesehatan mandiri. Pemrov dan Pemda juga terus melakukan sosialisasi secara intensif dengan melibatkan stakeholder. Pada prinsipnya pelayanan kesehatan akan diberikan sama baik di Rumah Sakit Pemerintah maupun swasta asalkan terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan," tambahnya.

Sebelumnya, sejumlah fraksi di DPRD Sulsel dalam pandangan umum mempertanyakan tentang kerjasama penyelengaraan pelayanan kesehatan gratis sebagaimana tercantum dalam perubahan atas peraturan daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2009.

Fraksi Nasdem menyatakan bahwa pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial sebagai pengganti sekaligus penyempurnaan Undang-Undang nomor 20 tahun 2014 tentang sistem jaminan sosial nasional.

Namun pada pelaksanannya, BPJS bekerja sama dengan penyelengaraan pelayanan kesehatan apakah sudah meliputi semua fasilitas kesehatan, baik fasilitas kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta yang telah memenuhi persyaratan.

Akan tetapi kerja sama tersebut menemui kendala dan diharapkan dalam ranperda perubahan atas perda penyelengaraan kesehatan gratis itu dapat lebih baik dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti kurangnya sosialisasi, sistem BPJS belum sepenuhnya siap, pelayanan penunjang bagi peserta karena tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas memadai.

Sedangkan dari Fraksi Hanura mengharapkan dengan Undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS sebagai institusi penyelenggarakan pelaksanaan jaminan kesehatan nasional dapat memberikan pelayanan maksimal bagi masyarakat utamanya warga miskin dan kurang mampu.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024