Makassar (ANTARA Sulsel) - Pengembang Pasar Sentral PT Melati Tunggal Inti raya (MTIR) terancam akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan terkait adanya dugaan korupsi, pelanggaran aturan pembangunan dan harga pembelian lods di pasar tersebut. 

"Kami sudah menyurat ke PT MTIR, Wali Kota dan Kadin Makassar terkait perhitungan dari tim ahli Unhas untuk luasan lods per meternya seharga Rp28,2 juta sesuai petunjuk Wakil Presiden Jusuf Kalla agar segera diselesaikan," papar Kepala Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Unhas Muh Hasrul kepada wartawan di Makassar, Minggu.

Menurut dia, bila pihak pengembang masih tetap tidak mengindahkan surat resmi itu sesuai dengan kesepakatan bersama para pedagang, pihak pengembang dan Pemerintah Kota maka langkah hukum akan dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebab diketahui anggaran pembangunan itu sekitar Rp1,3 triliun lebih.

"Apabila dalam dua minggu dari sekarang surat kami tidak ditanggapi atau direspon maka akan kami tempuh jalur hukum melaporkannya ke Kejati Sulsel dan KPK, mengingat sejumlah pelanggaran terjadi pada proses pembangunan pasar sentral selama ini. Kami sudah berkali-kali rapat dan rekomendasinya ada, tetapi tidak dijalankan," terang Hasrul

Dirinya menyebutkan akan ada beberapa persoalan mencuat ke permukaam apabila hal tetap dibiarkan seperti tidak adanya Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), perubahan bentuk bangunan terus berganti-ganti dan sejumlah masalah lainnya.

"Pedagang inginkan hanya sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan sebelumnya, tidak keluar dari itu. Lagi pula perhitungan dan kajian tim ahli dari Unhas telah mentaksasi harga Rp28,2 juta lebih, sedangkan MTIR mematok harga antara Rp90 jutaan sampai Rp150 jutaan. Harga tersebut terlalu mahal dan diluar perhitungan," bebernya.

Juru bicara Wapres Jusuf Kalla, Husain Abdullah yang ditunjuk menyelesaikan persoalan itu mengatakan dirinya sudah menyampaikan hal tersebut ke pada JK, dan bila tetap tidak di respon maka tetap menempuh jalur hukum.

"Tentu semua perkembangan saya laporkan kepada Pak JK. Beliau berharap paling lama akhir tahun ini pasar sentral sudah bisa digunakan, melihat bangunan sudah hampir rampung," paparnya kepada awak media.

Perwakilan Asosiasi Pedagang Pasar Makassar Mal (APPM) H Sultan Muhiddin dalam pertemuan itu mengatakan sebanyak 1.700 pedagang telah menyerahkan sertifikat kepada pengembang, dan dijanjikan semuanya akan menempati lods masing-masing, namun faktanya berbeda banyak pedagang tidak dapat.

"Informasinya banyak pedagang baru yang masuk dari Surabaya dan Jakarta bahkan ada pedagang yang diteror untuk menjual lodsnya kepada orang tertentu. Ini jelas pembodohan dan kami tidak terima. Kalau total pedagang sekitar 3.500 orang lebih, belum termasuk yang baru" tutur dia.

Diketahui pasar terbesar pertama di Makassar itu di bangun pada 1991-1992 oleh MTIR status Hak Guna Bangunan atau sistem `Build Operate and Transfer` (BOT) dengan pemakaian 25 tahun dan berakhir 2017 sesuai adendum kerja sama dan selanjutnya diserahkan ke Pemerintah Kota secara utuh. Namun dalam perjalanannya pasar ini terbakar sebanyak dua kali yakni pada 2011 dan 2014.

Diduga kuat pasar tersebut sengaja dibakar, karena ada skenario besar dan spekulasi pihak pengembang untuk melanjutkan kembali kontrak sebelum masa perjanjian habis.

Pascakebakaran itu, pada 2012 terungkap ada lima kali perubahan Adendum perjanjian bersama dengan pemerintah kota diduga memperpanjang kontrak.

Para pedagang pun terpaksa di alihkan berjualan di sekitar area pasar sentral dan mengambil empat lajur badan jalan membangun lods semi permanen guna berjualan sementara sampai pembangunan gedung baru rampung, meski macet setiap hari tidak bisa terhindarkan.

Pemegang sertifikat HGB atas satuan rumah susun hingga 2017 terbagi atas dua kelompok besar yakni pedagang tergabung dalam Asosisasi Pedagang Pasar Sentral (APPSM) yang belum menyerahkan sertifikatnya ke pengembang dan Asosiasi Pedagang Sentral Makassar (APPM) telah menyerahkan sertifikatnya ke MTIR, sampai saat ini belum mendapat kepastian.

Hingga kemudian bangunan yang cukup berusia itu dirobohkan dan dibangun kembali dari empat lantai menjadi sembilan lantai oleh MTIR. Harga yang ditawarkan pun cukup fantatis mencapai Rp90 juta - Rp150 jutaan per meternya. Hal inilah yang menjadi masalah sampai saat ini sebab pedagang hanya menginginkan harga sesuai petunjuk Wapres saat berkujung di sana sekitar Rp20 jutaan per meter.

Sebelumnya, berdasarkan petunjuk Wapres Jusuf Kalla meminta Rektor Unhas membentuk tim hukum di dalamnya terlibat guru besar hukum sebagai pendamping pedagang pasar sentral guna memperoleh kembali haknya. Pertemuan pertama dilakukan di kampus Unhas dipimpin Wakil Rektor III untuk mendengarkan pokok masalah juga keluhan pedagang.

Pertemuan kedua di fasilitasi Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto di Rumah Jabatannya mempertemukan pedagang dengan pihak pengembang termasuk pemaparan rencana pembangunan dan tim hukum meminta agar hak pedagang diberi kepastian dari Pemkot selaku pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan MTIR selaku pemegang HGB. Beberapa kali pertemuan digelar, namun tetap mengalami kebuntuan sampai saat ini.     

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024