Makassar (ANTARA Sulsel) - Komite Pemantau Legislatif (Kopel) wilayah Sulawesi Selatan mengirimkan surat protes kepada Presiden Joko Widodo terkait soal lambannya proses hukum yang menimpa Bupati Kabupaten Barru non aktif, Andi Idris Syukur.

"Kami telah melayangkan surat protes ke presiden meminta agar Presiden mengambil langkah tegas memberhentikan kepala daerah tersebut termasuk kepala daerah lainnya yang terlibat kasus korupsi," ujar Direktur Kopel Sulsel Musaddaq melalui siaran persnya, Senin.

Menurut dia, kasus korupsi yang dilakukan Idris Syukur dengan melakukan gratifikasi berupa mobil Mitsubishi Pajero Sport dari PT Bosowa Resources dan pencucian uang terkait izin tambang di Kabupaten Barru telah mencoreng wajah pemberantasan korupsi di negara ini.

Kasus korupsi tersebut semakin menambah catatan panjang kepala daerah yang terlibat kasus korupsi. Surat yang dikirimkan tersebut bernomorkan 68/B/KOPEL Sulsel/VIII/2016 perihal surat protes.

Seperti diketahui perbuatan itu merupakan pelanggaran terhadap Undang -undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo, nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam Undang-Undang 23 tahun 2014 pada pasal 76 ayat 1 disebutkan larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana yang diatur dalam huruf d berbunyi kepala dilarang menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan daerah yang dipimpinnya.

Selanjutnya dalam huruf e juga disebutkan kepala daerah dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan.

Selain kedua regulasi itu, tambah Musaddaq, bahwa kasus korupsi yang dilakukan Bupati Barru ini juga tidak mendukung agenda prioritas atau Nawa Cita Presiden Jokowi pada poin keempat tentang Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya.

Bahkan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo juga sebelumnya merespon permasalahan itu dan menyetujui pemberhentian sementara Andi Idris Syukur sebagai Bupati Barru pada Rabu, (3/8). Mengingat saat itu Idris, menyandang status terdakwa dan berproses hukum.

Pemberhentian sementara diatur pada pasal 126 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Dan pada ayat satu disebutkan kepala daerah wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara.

Kemudian pada ayat dua disebutkan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat satu dilakukan apabila berkas perkara dakwaan telah dilimpahkan ke pengadilan dan dalam proses penuntutan.

Hal itu menyusul atas surat Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah dikirimkan sejak April lalu dengan meminta rekomendasi gubernur setempat untuk memberhentikan sementara yang bersangkutan sampai pada putusan tetap.

Hingga akhirnya Andi Idris Syukur divonis 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp250 juta oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Makassar, Senin 22 Agustus 2016.

Ketua Majelis Hakim Andi Cakra menyatakan yang bersangkutan terbukti menerima gratifikasi mobil atas pemberian izin tambang kepada pihak swasta di daerah yang dipimpinnya.

Namun putusan itu tidak diterima sehingga tim penasehat hukum Idris, Alyas Ismail memutuskan melakukan banding terhadap putusan hakim.

Sementara Kasi Penkum Kejati Sulselbar, Salahuddin, menyatakan Jaksa Penuntut Umum juga akan ikut banding dan telah mempersiapkan memori dalam sidang banding nanti.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024