Merauke (ANTARA Sulsel) - Masyarakat adat Marind di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, mendukung pengembangan kampus Universitas Musamus (Unmus) Merauke agar pendidikan di wilayah itu semakin maju layaknya daerah lain di Indonesia.

"Ada informasi bahwa di dalam area kampus ini menjadi tempat yang disakralkan, makanya kita datang klarifikasi hal itu," Johanes Gluba Gebze, masyarakat adat Marind, saat berkunjung ke Kampus Unmus Merauke, Rabu.

Mantan Bupati Merauke itu memimpin tim masyarakat adat saat berkunjung ke kampus Unmus.

Ia mengatakan kawasan kampus itu bukan tempat sakral sehingga terbuka untuk bisa publik termasuk penyelenggaran aktifitas pendidikan.

Tenak babi disembelih sebagai ritual adat yang pernah dilakukan di lokasi Unmus itu bukan bermakna kawasan itu sakral.

"Pemotongan babi itu sebenarnya tata cara adat Marind melepaskan pengalihan status hak dari pemilik ulayat kepada pihak lain, jadi jangan sampai ada penafsiran di luar kaidah normatif hukum adat Marind," katanya.

Ia menambahkan, kedatangan tim yang sempat diawasi kepolisian itu bukan untuk membatasi pengembangan sektor pendidikan, melainkan untuk memberikan dukungan dan pemahaman kepada publik bahwa Unmus harus dikembangkan menjadi lebih maju.

"Jadi kalau ada yang mengatakan di sini tempat pemujaan atau yang disakralkan, suku Marind pemilik tanah bilang tidak ada itu," katanya.

Sebelumnya sekitar sepuluh orang masyarakat adat Marind mendatangi Unmus mengenakan pakaian adat dan sempat menyebabkan ratusan mahasiswa dan mahasiswi keluar dari ruangan belajar hanya untuk menyaksikan kedatangan mereka.

Untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan, Kapolres Merauke menurunkan sekitar belasan lebih anggota kepolisian untuk memantau kedatangan tim. 

Pewarta : Marius Frisson Yewun
Editor :
Copyright © ANTARA 2024