Balikpapan (ANTARA Sulsel) - Kasat mata, sektor perkebunan kelapa sawit adalah masa depan bangsa Indonesia. Dengan 11,5 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit yang ada, Indonesia sudah menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia.

Namun, kesuksesan Indonesia di sektor komoditas strategis ini, hanya makin membuat negara-negara maju terutama Amerika dan Eropa marah.

Demikian rangkuman diskusi antara Pengurus Pusat GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), Pengurus GAPKI Kalsel/ Kaltim, dengan jajaran manajemen dan Redaksi Kaltim Post di Gedung Biru Kaltim Post Group, Balikpapan, akhir pekan lalu.

Hadir dalam kesempatan tersebut CEO Kaltim Post Group (KPG) Ivan Firdaus, Direktur KPG Tatang Setyawan, Pemimpin Redaksi Kaltim Post Chrisna Endra, dan jajaran redaksi lainnya. Dari GAPKI hadir Pengurus Bidang Komunikasi (Juru Bicara) Tofan Mahdi, Pengurus GAPKI Kalsel/ Kaltim Amien Gunarahardja, perwakilan perusahaan kelapa sawit di Kaltim antara lain Fenny Aggraeni Sofyan, M. Teguh, dan Budiono.

Tofan Mahdi mengatakan, masa depan ekonomi dunia ada di kelapa sawit. Saat ini, minyak sawit merupakan bahan baku utama untuk pangan dan kebutuhan non pangan seperti kosmetik. Minyak sawit menjadi semakin menjanjikan sebagai bahan baku untuk biodiesel.

"Kalau kita lihat prospek yang luar biasa seperti ini, jelas masa depan Indonesia ada di sektor kelapa sawit. “Karena itu, idealnya strategi pembangunan ekonomi bangsa Indonesia, memberikan ruang yang lebih besar untuk pengembangan sawit sebagai komoditas strategis,” kata Tofan Mahdi.

Pesaing sawit, minyak nabati lain seperti minyak kedelai dan bunga matahari, secara alamiah sudah tidak mungkin bisa mengejar sawit. Produktivitas tanaman kelapa sawit yang bisa menghasilkan minyak 4,5 ton per hektar per tahun, akan sulit diungguli minyak nabati lain. Kedelai misalnya, mungkin perlu hingga 5 hektar untuk menghasilkan 1 ton minyak kedelai per tahun.

“Bayangkan, luar biasa prospek masa depan komoditas minyak sawit ini. Sekarang kembali kepada kita, mau menangkap peluang tersebut atau membiarkan negara lain yang mengambilnya,” kata Tofan.

Sayangnya, ketika fakta-fakta positif terkait aspek ekonomi dan ekologi kelapa sawit dimunculkan kepada publik, kampanye negatif sawit justru makin masif. “Negara maju makin tidak terima Indonesia terus berjaya dengan kelapa sawit. Berbagai isu negatif terus dimunculkan, mulai isu kesehatan, lingkungan seperti gambut dan kebakaran lahan, hingga ke depan mungkin akan marak ditekan dengan isu sosial,” katanya.

Pemred Kaltim Post Chrisna Endra mengakui bahwa sawit adalah komoditas strategis Indonesia. Seharusnya di tengah merosotnya kinerja sektor minyak bumi dan tambang, perkebunan kelapa sawit adalah jalan keluar paling realistis untuk menutup lubang kelesuan ekonomi itu.

Tahun lalu, ekspor minyak sawit memberi kontribusi devisa ekspor hingga USD 18,5 miliar atau yang tertinggi dibandingkan komoditas lainnya, termasuk migas yang memberikan kontribusi devisa ekspor USD 12 miliar.

Pewarta :
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024