Makassar (Antara Sulsel) - Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar sepanjang 2016 telah mencatat sejumlah musibah dan bencana alam di mana banjir masih mendominasi.

Kepala BMKG Wilayah IV Makassar Andi Fachri Radjab di Makassar, Kamis, mengatakan, cuaca, iklim dan gempa bumi merupakan fenomena alam yang menjadi pemicu terjadinya bencana alam.

"Sepanjang tahun 2016, di Sulawesi Selatan telah banyak terjadi bencana alam, baik bencana alam hidrometeorologis maupun bencana alam geologis," katanya.

Berdasarkan pencatatannya, bencana hidrometeorologi yang paling banyak Sulawesi Selatan adalah bencana banjir. Ia mencontohkan, bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara pada tanggal 26 April 2016 yang mengakibatkan rumah terendam sebanyak 894.

"Secara umum, kondisi musim tahun 2016 di Sulawesi Selatan lebih basah dibandingkan tahun 2015, hal ini dapat dilihat dari hari tanpa hujan (HTH) tahun 2015 yang lebih panjang dibanding HTH tahun 2016," jelasnya.

Sedangkan untuk curah hujan tahunan hasil pencatatan itu tertinggi di tahun 2016 terjadi di Leang Tanduk, Toraja Utara sebesar 5.279 millimeter (mm). Untuk curah hujan tahunan terendah terjadi di Barombong, Makassar sebesar 881 mm.

Sementara suhu maksimum tertinggi pada tahun 2016 terjadi di Camming, Kabupaten Bone pada tanggal 12 Januari dengan suhu 36,6 celcius dan suhu minimum terendah terjadi di Bandara Pongtiku Kabupaten Tana Toraja pada tanggal 12 Agustus dengan suhu 13,2 celcius.

"Dalam hal kejadian gempa bumi, sepanjang tahun 2016 gempa bumi yang teriadi di Sulawesi Selatan bukan merupakan gempa bumi merusak. Namun demikian, hal ini bukan berarti bahwa gempa bumi merusak tidak bisa terjadi di Sulawesi Selatan, gempa bumi merusak mungkin saja terjadi," terangnya.

Andi Fachri menyebutkan jika jumlah kejadian gempa bumi di Sulawesi Selatan sepanjang tahun 2016 tercatat 168 kali kejadian dengan lima kejadian gempa bumi yang dirasakan.

Bencana yang terjadi diakibatkan oleh kondisi itu berdampak pada berhentinya aktivitas ekonomi produktif, hasil-hasil pembangunan dan korban kerugian lainnya termasuk manusia.

Tingkat kerentanan diharapkan dapat diantisipasi untuk memitigasi dan menekan korban serta kerugian yang lebih besar dihari-hari mendatang seiring dengan upaya pembangunan yang sedang dilakukan. 

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024