Makassar (Antara Sulsel) - Ratusan Sopir Angkutan Kota (Angkot) mengelar mogok dengan melakukan demonstrasi menolak diberlakukannya transportasi modern di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.

Berdasarkan pantauan, sejak pagi para sopir angkot atau sebutan di Makassar `Pete-pete` melakukan razia di berbagai tempat meminta rekan seprofesinya tidak menarik angkot untuk ikut berujukrasa menolak keberadaan transportasi modern.

Razia tersebut dilakukan di berbagai tempat seperti di depan Mal Mtos Jalan Perintis, Terminal Regional Daya, di bawah jembatan layang (fly over), sepenjang Jalan Andi Pangeran Pettarani, Jalan Cenderawasih, depan kantor Balai Kota dan depan Kantor DPRD Kota dan Provinsi Sulsel.

Bahkan saat aksi beberapa inseden terjadi, demonstran sempat merusak satu mobil taksi karena enggan bergabung dan pos polisi di pertigaan jalan Sudirman-Ahmad Yani, namun masih bisa dikendalikan aparat. Sedangkan di bawah jembatan layang, satu demonstran diamankan.

Dalam aksinya mereka menolak "Pete-pete smart" yang digagas Wali Kota Makassar, menolak operasi angkutan taksi berbasis aplikasi daring (online), serta meninjau ulang keberadaan Bus Rapid Transit (BRT) jalur Maminasata. Akibat dari aksi itu, ratusan penumpang pun terlantar di pinggir jalan.

"Kami menolak itu semua karena secara berangsung akan mematikan angkutan konvensional yang ada saat ini, sedangkan keberadaan BRT dan penambahannya tidak melibatkan masyarakat transporasi yang mencari penghidupan di situ," tegas Ketua Organda Makassar Zainal Abidin di kantor DPRD Sulsel.

Menurut dia keberadaan transportasi modern secara tidak langsung akan mematikan pencarian para supir konvensional. Selain itu pihaknya juga menolak kenaikan biaya pajak STNK perseorangan karena memberatkan sopir.

Kenaikan pajak pribadi tersebut cukup tinggi hingga mencapai Rp1,3 juta dari sebelumnya hanya Rp300 ribu per tahun khusus untuk pemilik mobil angkot perseorangan bukan dibawah naungan Perusahaan Perseroan Terbatas.

"Ada kenaikan 400 persen, tentu pemilik kendaraan angkot diberatkan karena sama biayanya dengan pemilik kendaraan pribadi. Pemerintah memaksakan semua angkot harus berbadan hukum atau PT tetapi tidak semua pemilik angkot menyanggupi itu," beber dia.

Selain itu, Peraturan Gubernur nomor 28 tahun 2016 mengatur tentang Angkutan Kota direvisi dengan dikeluarkannya Pergub 57 tahun 2016 tentang pemberlakukan insentif pajak, dan barang semakin mencekik pemilik angkot.

Zainal menyebut jumlah angkot yang sudah memiliki izin trayek sebanyak 4.113 unit dan beroperasi sebanyak 3.500 unit, taksi sebanyak 2.500 unit, angkutan trayek Sungguminasa-Takalar kurang lebih 1.000 unit, angkot Maros 7.000 dan angkutan bandara sebanyak 600 unit.

Sementara anggota DPRD Sulsel Syamsuddin Karlos didampingi Syaharuddin Alrif dan Fadriati AS saat menerima aspirasi para supir menegaskan sudah menyurati Kementerian Komunikasi dan Informasi memblok aplikasi tersebut khusus di Sulsel.

"Kami sudah sepakat meminta aplikasi taksi online di cabut khusus di Sulsel. Sedangkan untuk BRT akan kami lakukan pertemuan dengan Dinas Perhubungan membahas langkah-langkah kongkritnya. Sedangkan Pete-pete smart itu bukan domain kami, tapi Pemerintah Kota," ujarnya dihadapan ratusan demonstran.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024