Makassar (Antara Sulsel) - Komisi IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan kajian empirik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Kekayaan Negara dan Daerah di Universitas Hasanuddin, Makassar, Jumat.

Tim Ahli RUU Pengelolaan Kekayaan Negara dan Daerah Komisi IV DPD RI, Susiadi Prayitno, mengatakan, masalah yang terkandung di dalam RUU ini mencakup masalah fiscal kekayaan Negara potensial belum diatur dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa "bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".

"Kekayaan negara potensial berpotensi menimbulkan konflik sektoral, karena dalam satu lokasi kemungkinan terdapat tumpang tindih kewenangan, kebijakan yang menjadi prioritas pengelolaan sering tidak berpihak kepada kepentingan negara, sehingga perlu diatur penyelesaian atas potensi terjadinya konflik lintas sektoral," katanya.

Dalam kegiatan tersebut hadir pula Prof DrJamaluddin Jompa (Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan) dan Prof Dr Ir Yusran S Hut, MSi yang bertindak sebagai nara sumber dalam pertemuan tersebut.

Juga Kanwil DJKN, Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN), BPKAD, Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan, Dinas Pengelolaan Lingkungan, dan Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian, Dinas Perhubungan.

Ia menjelaskan, masalah lain yakni belum dilakukan pelaporan dan pelaksanaan oleh Menteri BUMN serta pembinaan dan pengawasan oleh Menteri Keuangan selaku pemegang saham dan pemilik modal.

Perlu pemahaman yang lebih komprehensif terhadap pengertian kekayaan Negara yang dipisahkan sesuai dengan UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.48/PUU-XI/2013 tentang pengujian UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara terhadap UUD Negara RI tahun 1945.

Harapan dan arah Pengaturan Naskah Akademik dan RUU ini, diperlukan adanya suatu UU yang mengatur mengenai pengelolaan kekayaan Negara potensial berupa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dengan pengaturan aspek fiskal secara menyeluruh mengenai kekayaan Negara potensial dalam setiap UU sektoral dihubungkan dengan pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan.

Ini dimaksudkan agar kekayaan Negara tersebut member manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sesuai amanat pasal 33 (ayat) UUD Negara RI 1945 dan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Di dalam RUU ini diharapkan dapat mengatur mengenai inventarisasi; penilaian; penatausahaan dan pertanggunganjawaban; dan mekanisme penyelesaian tumpang tindih pengelolaan.

Mengenai pengelolaan barang milik Negara/daerah, disusun minimal mengatur mengenai perencanaan;pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; dan disposal secara komprehensif.

Khusus mengenai pengelolaan Negara yang dipisahkan, minimal mengatur mengenai pengertian kekayaan Negara dipisahkan dan pelaporan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan BUMN secara dipisahkan. minimal mengatur mengenai pengertian kekayaan Negara dipisahkan dan pelaporan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan BUMN secara periodik oleh oleh Menteri Negara BUMN selaku Kuasa Pemegang Saham kepada Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham dan Pemilik Modal.

Selain itu, RUU ini perlu disusun sesuai dengan prinsip-prinsip keseimbangan antara tujuan ekonomi, social, dan ekologi serta dapat dijadikan acuuan mengharmonisasikan kekayaan Negara, memberikan landasan hokum yang kuat bagi pengelolaan barang milik Negara/daerah.

Juga memberikan kepastian hokum pengertian kekayaan Negara yang dipisahkan serta pelaporan periodik Menteri Negara BUMN selaku Kuasa Pemegang Saham kepada Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham dan Pemilik Modal mengenai BUMN.

Nara sumber Unhas menyarankan bagaimana potensi ini bisa dikelola dengan mempertimbangkan perspektif ke depan, sehingga ketika UU ini diberlakukan tidak menimbulkan konflik, baik antarsektoral dan di akar rumput. Jangan sampai UU tersebut membawa mudarat bagi masyarakat.

Pihak DPD RI mengharapkan RUU ini diharapkan dapat memayungi UU yang dilaksanakan sektoral. Termasuk menyinkronkan UU yang sektoral dan mengaturnya lebih dulu agar tidak tumpang-tindih.

Pewarta : Abd Kadir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024