Makassar (Antara Sulsel) - Pengelola Pasar Rakyat Attapange di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan diduga melakukan Pungutan Liar (Pungli) atas pengadaan los di pasar setempat.

"Kami dipaksa membayar Rp3,5-Rp5 juta oleh pengelola pasar, kalau tidak bayar kami tidak diberikan tempat, padahal tidak ada aturannya," sebut Muhammad Yusran, salah seorang pedagang kepada wartawan di Makassar, Minggu.

Menurut dia, ada 1.110 pedagang pasar tersebut awalnya akan dibangun ulang untuk peruntukan pedangan, tiap pedagang yang sebelumnya berada di pasar dijanjikan akan kembali menempati losnya, namun belakangan disuruh bayar.

Saat pertengahan proses pembangunan pasar, sebagian los sudah jadi, pihak pengelola kemudian meminta uang Rp1 juta sebagai bentuk tanda jadi dan penyerahan kunci, tetapi selanjutnya meminta lagi uang Rp2,5 juta bahkan ada lebih dari itu.

"Los yang kasih juga tidak sesuai yang dijanjikan pengelola, kondisinya hanya atap dan tiang, sementara dindingnya kami harus membuat sendiri dengan biaya pribadi. Tempat juga tidak strategis ditaruh pada bagian belakang," beber dia.

Perwakilan pedagang lain, Syamsuriadi, menuturkan pungutan biaya pembangunan penambahan petak los dari pedagang tidak pernah ada kesepakatan apalagi tidak ada aturan hukum.

"Kami rasa itu adalah Pungli karena tidak ada dasar hukumnya, kami merasa dibodohi, kalaupun melaporkan kami diteror, makanya tidak berani dipermasalahkan," ucapnya kepada wartawan.

Kendati hal ini masuk Pungli, sejumlah pedagang sepakat melaporkan ke pihak di tingkat Kepolisian Daerah (Polda), namun disayangkan laporan penyelewengan terindikasi Pungli diabaikan petugas.

"Kami sudah tiga kali melapor, tapi terus ditolak, padahal jauh-jauh datang dari Wajo mencari keadilan tapi diabaikan petugas kepolisian," keluhnya.

Menurut Syamsuriadi, diketahui pembangunan renovasi Pasar Rakyat Attapange pembangunan renovasi itu dianggarkan dari APBN untuk revitalisasi pasar tradisional dari Kementerian Keuangan.

Jumlah anggaran tersebut sebesar Rp9,3 miliar pada 2015 dengan peruntukan pembangunan los dan Ruko. Pembungunan ada 504 petak dengan los berukuran 2x2 meter persegi termasuk 30 unit ruko dengan total 534 bangunan.

Pihak pengelola kemudian menambah petak los sebanyak 800 unit berukuran yang sama dengan memanfaatkan lahan yang belum terbangun. Pengelola pasar setempat lalu menarik biaya ke pedagang sebesar Rp 3,5-Rp5 juta per-los.

"Pengelola memaksa kami membayar los itu perpetak, bahkan mereka manambah petak los menggunakan ruas jalan diantara petak los, yang tereksan sesak, kemudian mendesak pedagang membayar untuk los itu, ini kan pelanggaran," ungkapnya.

Dikonfirmasi terpisah, penanggungjawab pengelola pasar rakyat tersebut, Ambo Ela mengatakan penarikan biaya swakelola ditarik dari pedagang diperuntukkan pembangunan penambahan petak los adalah hasil kesepakatan dan tidak ada regulasi.

"Itu tidak benar kami paksa pedangang tanpa ada kesepakatan sebelumnya. Biaya memang tidak diatur, tetapi berdasarkan kesepakatan bersama dengan pedagang. Saat ini ada 620 los dibangun," " kilahnya.

Berdasarkan hitungan yang dipungut pengelola dari 620 los tersebut Rp3,5 juta dikalikan 620 los dengan ukuran 2x2 sam dengan Rp2,1 miliar dari hasil pungutan diduga liar tersebut.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024