Makassar (Antara Sulsel) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengangendakan pemanggilan Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani, sebagai saksi terkait dengan kasus korupsi Dana Insentif Daerah (DID) senilai Rp24 miliar lebih bersumber dari APBN melalui Kementerian Keuangan pada 2011 yabg ditranserkan pada Pemda Lutra.

"Berdasarkan permintaan hakim, kami akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi mencoba memanggil Bupati Lutra dan mantan Bupati Lutra. Sebab untuk proses pemangilan kepala daerah butuh surat dari Kajati," kata JPU Nasran yang menangani perkara ini, di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Sebelumnya, sidang lanjutan kasus korupsi DID Lutra dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Senin (20/2), awalnya dijadwalkan pukul 11.30 WITA namun molor hingga pukul 20.15 WITA dan berakhir sekitar pukul 23.20 WITA.

Saat itu Ketua Majelis Hakim Anshar, meminta kepada JPU bisa menghadirkan seluruh saksi yang namanya disebut dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian atas perkara tersebut termasuk Bupati saat ini Indah Putri Indriani dulunya menjabat Wakil Bupati dan mantan Bupati Lutra, Arifin Junaid.

"Belajar dari pengalaman kasus Luwu ini, disebutkan dalam berkas perkara ada banyak ini, tapi tidak dihadirkan. Tolong yah JPU dihadirkan semua saksi-saksinya, jangan terkesan saksi-saksinya sebagai hiasan saja di dalam berkas," katanya jelang berakhirnya sidang.

JPU saat sidang menghadirkan tiga orang saksi, yakni Adam Jaya selaku staf inspektorat Pemda Lutra, Halid Harbi Sekretaris Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah Pemda Lutra dan Qadri Kepala Sub Perencanaan Pemda Lutra.

Dihadapan Majelis Hakim, tiga saksi ini disidang dalam satu meja, saat itu Adam Jaya mengatakan dirinya berperan membuat seluruh draf perencanaan pengerjaan proyek pengadaan atas pesanan kedua terdakwa Andi Sariming Kepala Dinas Pendidikan Pemda Lutra dan selaku pengguna anggaran (PA) serta Agung selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).

"Saya hanya diminta tolong secara pribadi bukan secara kedinasan oleh terdakwa untuk membuat dokumen perencanaan pengerjaan tersebut," beber Adam

Kendati telah membuat draf perencanaan pengerjaan proyek yang menggunakan dana DID itu, Adam berdalih ikut serta membuat nilai Harga Penetapan Sementara (HPS) sampai perubahan jenis pekerjaan dari fisik menjadi pengadaan barang.

"Itu yang buat terdakwa. Saya hanya mengganti tulisan kop atas dokumen Rencana Kerja Anggaran (RKA) disuruh terdakwa termasuk menambahkan kolom tandatangan atas nama terdakwa dalam dokumen itu. Soal perubahan jenis kegiatan dari fisik ke pengadaan itu dilakukan terdakwa," kilahnya dihadapan hakim.

Terkait dengan adanya dua RKA satunya ditandatangani kala itu menjabat Wakil Bupati Lutra, Indah Putri Indriani dan satu lagi oleh Bupati sebelumnya, Arifin Junaid, kata dia, tidak menahu soal itu.

Sementara saksi lain, Halid selaku Sekretaris Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah Pemda Lutra mengaku bila RKA yang diajukan ke Kementerian Keuangan waktu itu merupakan RKA yang ditandatangani Indah menjabat sebagai Wakil Bupati Lutra.

"Tapi RKA itu ditolak Kementerian dengan alasan bahwa seharusnya bertandatangan adalah Bupati bukan Wakil Bupati. Bupati Lutra saat itu Arifin Junaid, " beber dia.

Saksi lainnya, Qadri mengatakan sejak awal dirinya tidak tahu-menahu mengenai pengerjaan proyek yang menggunakan anggaran DID tersebut. Meski dirinya memiliki kewenangan sebagai Kepala Sub bagian perencanaan di Pemkab setempat.

"Dari awal saya heran kenapa saya tidak dilibatkan dalam perencanaan, bahkan sama sekali dokumen pengerjaan itu tidak sampai dimeja saya," ucap Qadri

Menanggapi pernyataan para saksi, kedua terdakwa pun lalu diberikan kesempatan berbicara oleh majelis. Meski diberikan kesempatan, Hakim ketua sempat menghardik terdakwa Agung dan terlihat sedikit emosi saat sidang berlangsung karena Agung dinilai berbelit-belit.

"Mau bertanya atau menanggapi,? perjelas ini sudah sangat larut malam, banyak sekali sidang hari ini sampai kami capek," ketus hakim itu jelang berkhirnya sidang.

Kedua terdakwa pun membantah keterangan saksi khususnya keterangan saksi Adam Jaya dengan menyatakan bila perencanaan pengerjaan merupakan atas permohonan kedua terdakwa.

"Apa yang dikatakan saksi Adam tidak benar, dan saya tidak pernah menerima dukumen dalam bentuk CD di kantor Pemda tetapi di rumah Sarimin di Kota Palopo, semua sudah berubah dan bukan atas perintah saya, tapi wakil bupati," terang Agung.

Dia menjelaskan bahwa RKA ada dua yang terbit pertama ditandatangani oleh Bupati Lutra Arifin Junaid dimana dalam perencanaannya terdapat 80 persen jenis kegiatan fisik dan 20 persen jenis kegiatan pengadaan.

Namun RKA yang ditandatangani Wakil Bupati Indah Putri Indriani dirubah menjadi 80 persen pengadaan dan 20 persen jenis kegiatan fisik.

"RKA yang ditandatangani Wakil Bupati Indah itu ditolak Kementerian Keuangan, tapi di daerah RKA itu tetap dilaksanakan dan tetap dikerjakan," bebernya.

Kedua terdakwa dijerat pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pemberantasan Korupsi.

Proyek ini dipecah dalam 11 item kegiatan terdiri dari pengadaan barang dan pembangunan fisik, dimana 80 persen diperuntukkan untuk jenis kegiatan pengadaan barang.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024