Makassar (Antara Sulsel) - Puluhan warga bersama ahli waris pemilik lahan tol, Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya menanam pohon pisang di jalan Tol Reformasi, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

Penanaman pohon pisang itu ditanam di tengah jalan tol reformasi sebagai buntut kekecewaan ahli waris karena sisa pembayaran ganti rugi belum dibayarkan Kementerian PU-Pera selama 16 tahun.

"Ahli waris sudah tidak sanggup lagi menahan kesabaran akhirnya langkah ini dilakukan. Pemerintah mungkin sudah tuli dan bisu, tapi mudah-mudahan tidak buta," papar ahli waris Andi Amin Halim Tamatapi di lokasi aksi.

Selain itu faktor lain, kata dia, pihak pengelola Tol sudah keterlaluan malah membersihkan dan membuang spanduk dan tenda yang didirikan selama empat bulan dilokasi itu.

"Kami gerah kenapa juga pengelola tol berani-berani membersihkan spanduk yang diturunkan sementara setelah kedatangan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Apa dasar mereka, tanahnya saja bukan," ketusnya.

Menurut dia, selama ini ahli waris pemilik lahan cukup sabar mengikuti kemauan pemerintah serta aparat dalam menjaga pencitraannya ketika Presiden RI, Jusuf Widodo dan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla berkunjung ke Makassar.

"Setiap Presiden maupun Wapres datang kami mengalah mengikuti permintaan aparat untuk membongkar tenda sementara waktu, setelah itu dipasangkan kembali, tapi faktanya berbeda. Ada kesan kasus ini disembunyikan untuk diketahui pimpinan negara," beber Amin.

Selain itu, penanaman pohon pisang terpaksa dilakukan sebagai bentuk protes tuntutan hak belum dipenuhi setelah sekian lama bahkan penuh toleransi, tetapi apa yang diberikan justru kebalikannya.

Diketahui, aksi menduduki lahan tol Reformasi digelar ahli waris sejak Rabu 19 Oktober 2016. Blokir separuh jalan itu dengan memasang spanduk dan tenda.

Hal itu terkait belum terbayarkan sisa ganti rugi lahan oleh Kementerian PU-Pera seluas 48.222 meter persegi, termasuk lahan 22.134 meter persegi yang belum dibayar 100 persen.

Jumlah total lahan yang dibelum dibayarkan Kemterian PU-Pera seluas tujuh hektar lebih senilai Rp 9,24 Miliar lebih sejak 1998. Sementara lahan yang sudah terbayarkan seluas dua hektar lebih senilai Rp2,5 miliar di tahun 1998.

Total lahan digunakan tol sekitar 12 hektare lebih.

Ahli waris pemilik lahan tetap bertahan sesuai dasar putusan pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).

Putusan tersebut bernomor 117/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010 yang memerintahkan Kemen Kementerian PU-Pera segera membayarkan sisa ganti rugi lahan mereka yang dibebaskan menjadi jalan Tol Reformasi di Makassar.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024