Makassar (Antara Sulsel) - Pihak ahli waris Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya selaku pemilik lahan sah di jalan tol reformasi Makassar, Sulawesi Selatan, terus melakukan penagihan utang sisa pembayaran ganti rugi senilai Rp9,24 miliar lebih kepada pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Pihak Kementerian PUPR belum menyelesaikan tunggakan hak ahli waris pemilik lahan Tol Reformasi yang sudah 16 tahun belum dibayarkan, tapi sudah membuat proyek lagi di lahan ini," ujar Kuasa Pendamping Ahli Waris, Andi Amin Halim Tamatappi di Makassar, Sabtu.
Kementerian PUPR kembali mengangarkan dana besar terhadap dua proyek besar, yakni proyek pembangunan kolam regulasi Nipa-Nipa dengan anggaran negara tahun 2015-2018 sebesar Rp347.1 miliar lebih.
Pelaksana proyek tersebut dilakukan beberapa perusahan rekanan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masing-masing PT Adhi Karya dan PT Karya Rezeki Panca Mulia, sementara KSO-nya adalah PT Nur Ali Mandiri.
Selain itu, proyek pembangunan rumah susun mahasiswa di empat kabupaten dan kota di Sulsel, yakni Kota Makassar, Kota Pare-Pare, Kabupaten Maros dan Enrekang, dengan bantuan dana APBN tahun 2016 sebesar Rp51, miliar lebih.
Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Rimba Raya Utama join dengan PT Mutiara Rejeki Nusantara.
"Masak proyek besar yang menggunakan ratusan miliar bisa direalisasikan, sementara utang pembebasan lahan warga hanya sembilan miliar lebih sulit dibayarkan. Ini ada apa ataukah sengaja lupa, kalau lupa saya ingatkan mereka masih ada utangnya," ucap Andi Amin.
Ia juga minta Pemerintah Provinsi Sulsel melalui Gubernur Sulsel agar mengingatkan Kementerian PUPR untuk menyelesaikan tunggakan utang tersebut.
Kendati tidak adanya respon dari pihak kementerian terkait, Amin mengatakan pihaknya tetap melakukan `pendudukan` di lahan yang kini kembali diblokir mengunakan pohon pisang dan sampah pada satu lajur utama tol tersebut.
Dalam waktu dekat, kata dia, juga pihaknya akan melakukan penutupan jalur tol, sehingga tidak akan ada akses masuk bagi kendaraan, bila dalam satu bulan ke depan ini pihak Kementerian PUPR tidak membayar tunggakan utang itu.
"Karena tidak ada jalan bagi kami menuntut, maka kami akan ambil kembali lahan kami yang belum dibayarkan. Nyawa pun jadi taruhan demi mengejar hak kami," kata Amin.
Sebelumnya, aksi menduduki lahan jalan Tol Reformasi oleh ahli waris dan masyarakat dilakukan sejak 19 Oktober 2016 terkait dengan belum terbayarkannya sisa ganti rugi lahan seluas 48.222 meter persegi.
Lahan yang belum terbayar 100 persen seluas 22.134 meter persegi, total tujuh hektar lebih, dengan sisa pembayaran itu senilai Rp9,24 miliar lebih.
Sementara yang sudah dibayarkan pada tahap pertama tahun 1998 yakni sepertiga lahan seluas dua hektare lebih senilai Rp2,5 miliar.
Pihak ahli waris pemilik lahan itu menegaskan akan tetap bertahan karena mereka memiliki dasar putusan pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA) dengan nomor 117/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010.
Dalam putusan MA tersebut memerintahkan Kementerian PUPR segera membayarkan sisa ganti rugi lahan mereka yang dibebaskan menjadi jalan Tol Reformasi Makassar.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024