Makassar (Antara Sulsel) - Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Sapto Amal Damandari mengatakan BPK mencatat kerugian negara daerah se-Sulawesi hingga 23 Februari 2017 mencapai Rp508,83 miliar.

"Berdasarkan hasil pemantauan penyelesaian kerugian negara daerah yang dilakukan oleh BPK per 23 Februari 2017, kasus kerugian negara daerah yang telah ditetapkan maupun dalam proses penetapan, untuk entitas pemeriksaan wilayah Sulawesi mencapai 11.246 kasus senilai Rp508,83 miliar," kata Sapto di Makassar, Rabu.

Pada Forum Diskusi Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah untuk Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD) Pada Entitas Pemeriksaan Wilayah Sulawesi di Makassar, Sapto mengatakan entitas pemeriksaan itu meliputi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Gorontalo.

Atas kerugian negara tersebut, kata dia, telah dilakukan pembayaran atau pengembalian baik secara lunas maupun diangsur sebanyak 7.210 kasus dengan nilai Rp154,59 miliar.

Ia merinci penyelesaian kerugian daerah tersebut, antara lain kerugian daerah dengan penanggung jawab bendahara sebanyak 1.026 kasus senilai Rp107,98 miliar.

Atas nilai tersebut, lanjutnya, telah dilakukan pembayaran atau pengembalian baik secara lunas maupun angsuran sebanyak 590 kasus, senilai Rp30,46 miliar atau sebesar 28,2 persen. Sisanya senilai Rp77,52 miliar atau 71,8 persen belum diselesaikan.

Sementara untuk kerugian daerah kasus penanggung jawab PNS bukan bendahara terdiri atas 8.807 kasus senilai Rp282, 81 miliar.

"Dari jumlah tersebut telah dibayarkan atau dikembalikan baik secara lunas maupun angsuran sebanyak 5.888 kasus senilai Rp87,3 miliar atau sebesar 30,6 persen," ucapnya.

Sedangkan untuk kasus kerugian daerah dengan penanggung jawab pihak ketiga mencapai 1.413 kasus senilai Rp118,03 miliar, dan penanggung jawab pihak ketiga yang telah membayar sebanyak 732 kasus senilai Rp36,83 miliar.

Berdasarkan data tersebut, kata Sapto, pemahaman pengelola keuangan daerah dan pelaksana pada TPKD perlu ditingkatkan, sehingga penyelesaian kerugian daerah tidak hanya berdasarkan pembayaran, tetapi memperhatikan aspek pengakuan piutang, mekanisme sesuai aturan, dan pencatatan baik pada daftar setiap instansi, dan pelaporan keuangan pemerintah daerah.

Pihaknya mencatat sejumlah kendala dalam penyelesaian kerugian negara di daerah, di antaranya belum mendalamnya pemahaman para pengelola daerah dan pelaksana TPKD dalam menyelesaikan kerugian keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

"Ditambah juga dengan kendala sumber daya manusia, di mana belum optimalnya pembekalan dan transfer pengetahuan antara TPKD kepada staf atau pengganti mereka," ujarnya.

Di samping itu, lanjut dia, adanya masalah otorisasi kewenangan, yaitu belum optimalnya fungsi TPKD dalam penyelesaian kerugian daerah, sehingga sangat diperlukan peranan pimpinan instansi dalam mengoptimalkan peranan TPKD.

Selain itu ada pula kendala harmonisasi fungsi antarlembaga negara, seperti belum harmonisnya Pemda dengan Kemenkeu terkait permohonan penghapusan kerugian daerah, dan Pemda dengan BPK terkait kerugian daerah yang disebabkan oleh bendahara.

"Untuk mengatasi berbagai kendala tersebut, Pemda perlu mengeluarkan peraturan internal tentang penyelesaian kerugian negara, menertibkan dokumen kerugian negara, melakukan validasi dan akurasi data, dan mempercepat penyelesaian kerugian daerah," ujarnya.

Forum diskusi yang dihadiri Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo itu dengan peserta sebanyak 360 orang, yang terdiri atas para sekda kabupaten/kota dan unsur tim TPKD, para inspektor, dan Kepala Perwakilan BPK Wilayah se-Sulawesi.

Pewarta : Nurhaya J. Panga
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024