Makassar (Antara Sulsel) - Lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk menuntaskan kasus korupsi sejumlah oknum kader Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang diduga terlibat menyelewengkan uang negara.

"Berdasarkan data ada beberapa nama, di antaranya RM, SA, dan SR," ujar Wakil Direktur ACC Sulawesi Kadir Wokanubun, di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Pihaknya merincikan untuk kasus dugaan korupsi melibatkan RM terkait dengan dana bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Sidrap pada 2012 dan telah dilaporkan resmi ke Kejaksaan Tinggi Sulsel.

Pada kasus itu, diduga merugikan keuangan negara senilai Rp4,3 miliar, namun belakangan mandek dan tidak ada upaya penuntasan kasus tersebut.

"Kasus ini pernah menjadi atensi publik, karena banyak saksi-saksi diperiksa kala itu. Tapi sekarang mengendap dan melempem, bahkan ada dugaan kasus ini terkesan ditutup-tutupi," ujar mantan aktivis PMII Sulsel ini.

Pihaknya menduga terhenti penanganan kasus bansos Sidrap karena adanya intervensi dari petinggi dan pejabat kejaksaan. Padahal, kasus ini telah dilaporkan pada 2014 lalu dengan diserahkan dokumen secara utuh kepada Kejaksaan Tinggi Sulsel, tapi diendapkan.

Seharusnya tidak ada alasan bagi kejati untuk tidak menyelesaikan penanganan kasus tersebut, mengingat sejumlah alat bukti berupa dokumen penting telah diserahkan, di antaranya dokumen kronologi, analisis unsur tindak pidana korupsi, dokumen kasus, sampai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kalau memang Kejati Sulsel serius menangani kasus ini, tentunya sudah dari dulu kasus ini selesai. Tapi faktanya tidak selesai dan mengambang. Kami juga beberapa kali bersurat ke kejati, tapi tidak ditanggapi serius oleh mereka," ujarnya lagi.

Dia mengingatkan, bila kasus itu tidak dituntaskan akan menjadi pertanyaan besar karena menyangkut profesionalitas Kejati Sulsel dalam memberantas korupsi di Sulsel.

RM kini menjabat Ketua DPW Partai NasDem Sulsel serta Bupati Sidrap, dan kader NasDem lainnya yakni SA juga diduga terlibat kasus dan telah berstatus tersangka korupsi pengadaan sarana pembelajaran laboratorium bahasa pada Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo, Sulsel.

Menurut penyidik Kejati Sulsel, ujar Kadir, SA yang kini menjabat anggota DPRD Sulsel sekaligus Sekretaris DPW NasDem Sulsel pada 24 Maret 2014 telah ditetapkan sebagai tersangka, karena telah memenuhi dua alat bukti yang kuat. Tetapi, sampai saat ini tidak jelas penanganan dan statusnya apakah dihentikan atau ditangguhkan.

Penyidik juga menetapkan pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo, yakni Ketua Panitia Pengadaan AR, dan Pejabat Pembuat Komitmen P. Keduanya juga menjadi tersangka setelah dilakukan gelar perkara pada 2014 lalu.

Ketiga tersangka diduga telah bekerja sama menyelewengkan uang negara dari proyek senilai Rp1,1 miliar bersumber dari dana sharing Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Wajo pada 2011.

Proyek itu dikerjakan CV Istana Ilmu, perusahaan milik Syaharuddin, untuk pengadaan alat pembelajaran yakni komputer dan perangkat lunak (software) keperluan laboratorium bahasa di beberapa sekolah Kabupaten Wajo, namun belakangan tidak sesuai spesifikasi.

"Saat itu penyidik menduga barang tersebut tidak sesuai spesifikasi. Harga barang pun diduga kuat digelembungkan tersangka," kata Kadir.

Pada waktu itu, SA berdalih bahwa proyek telah dikerjakan sesuai mekanisme yang berlaku. Pelaksanaan pekerjaan itu dikerjakan stafnya dan laporan sudah sesuai kontrak kerja. Dirinya juga mengakui telah mengembalikan kerugian negara akibat perbuatannya.

Selain RM dan SA yang tersandung dugaan kasus korupsi, masih ada kader lainnya yakni SR, anggota Dewan Pertimbangan Partai NasDem Sulsel.

SR telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi Gerakan Nasional (Gernas) Kakao, di Belopa, Kabupaten Luwu, Sulsel pada 2013 lalu, setelah LSM antikorupsi melakukan praperadilan karena sebelumnya mendapat SP3 dari Kejati Sulsel secara sepihak.

Ironisnya, SR masih bebas dan tidak ada kejelasan penanganan dari Kejaksaan Tinggi Sulsel.

Pada kasus itu, selain SR, dua terdakwa masing-masing Kepala Bidang Dinas Kehutanan dan Perkebunan Luwu sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Bambang Syam dan Kuasa Direksi PT Coya Coorporindo Ismail yang bertindak sebagai rekanan proyek, telah menjalani proses persidangan, meski Saleh malah belum diproses.

Kedua terdakwa dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan membayar denda. Terdakwa Ismail dikenakan denda Rp200 juta subsider dua bulan penjara dan ditambah uang pengganti Rp1,3 miliar.

Sedangkan terdakwa Bambang dibebankan pembayaran denda senilai Rp200 juta, jika tidak dapat memenuhinya, digantikan kurungan dua bulan penjara.

Proyek ini berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel ditaksir merugikan negara sebesar Rp5,4 miliar.

Pada kasus itu melanggar penerapan pasal 2 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, secara bersama-sama atau turut serta memperkaya diri sendiri dan orang lain.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024