Makassar (Antara Sulsel) - Panglima Kodam (Pangdam) XIV Hasanuddin Mayjen TNI Agus Surya Bakti menyatakan pihaknya masih menunggu hasil mediasi yang dilakukan Komnas HAM dan Pemerintah Kota Makasar terkait sengketa lahan antara sejumlah warga Bara-baraya dengan Kodam tersebut..

"Kami masih menunda penggusuran terhadap 28 kepala keluarga di Bara-baraya karena masih menunggu hasil mediasi itu. Kami masih menunggu niat baik mereka untuk bertemu kembali membicarakan persoalan ini," ujar Agus di sela silaturahmi dengan pers di Markas Kodam XIV Hasanuddin di Makassar, Jumat.

Menurut dia, Kodam akan terbuka menerima 28 KK yang akan digusur itu untuk sama-sama bertemu kembali mencari solus terbaik karena lahan yang ditempati warga itu adalah milik orang lain yang sebelumnya di sewa oleh Kodam VII Wirabuana sejak tahun 50-an.

Meskipun warga mengajukan persoalan ini ke meja hijau untuk menggugat Kodam XIV Hasanuddin, kata dia, pihaknya juga akan menunggu hasil gugatan itu dan tetap mengikuti proses hukum yang sementara berjalan.

"Tentu kami tidak ingin merugikan masyarakat, apalagi melukai rakyat, tetapi harus dipahami siapa yang paling berhak, mari kita sama-sama memperlihatkan surat-surat agar diketahui mana yang sah. Kita menghormati proses hukum di pengadilan sebab negara kita adalah negara hukum," kata suami mantan artis Bella Saphira ini.

Kendati dirinya menyebut lahan seluas 6.000 meter persegi yang akan dieksekusi berada di luar eks asrama TNI di Kelurahan Bara-baraya adalah kepunyaan ahli waris karena Kodam sebelumnya menyewa, namun Agus tidak menyebut secara rinci siapa sebenarnya ahli waris yang dimaksud.

"Kita akan kembalikan kepada ahli warisnya, tentu dalam keadaan kosong seperti pada saat kami menyewanya. Dan tentu kita akan mengosongkan tempat itu," ucapnya tanpa nada keraguan.

Sebelumnya Kodam XIV Hasanuddin saat masih bermana Kodam VII Wirabuana telah melakukan eksekusi terhadap ratusan rumah di eks Asrama Bara-baraya seluas 28 ribu meter lebih. Sejumlah warga korban penggusuran mengaku mendapat intimidasi dari aparat bahkan biaya kerohiman atau ganti rugi tidak sepadan dengan bangunan yang mereka bangun sejak puluhan tahun.

Berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar yang menjadi pendamping warga setempat keseluruhan tanah baik dalam asrama maupun di luar lokasi asrama awalnya merupakan tanah milik almarhum Moedhinoeng Daeng Matika yang dikuasai hingga tahun 1950.

Kemudian berdasarkan Verponding Nomor 2906 seluas 32.040 meter persegi. Selanjutnya lahan itu dikonversi menjadi sertifikat hak milik (SHM) Nomor 4 pada 26 Juli 1965.

Sementara proses peralihan hak antara lokasi tanah dalam asrama TNI dengan lokasi tanah di luar asrama yang dikuasai 28 warga adalah berbeda lokasi dan berbeda pihak yang mengalihkan, yakni lokasi tanah dalam Asrama TNI Bara-baraya diperoleh Kodam VII/Wirabuana berdasarkan Surat Perjanjian Sewa Menyewa (PSM) Nomor: 88/T/459, pada 12 April 1959.

Keterangan itu bersumber dari salah seorang ahli waris pemilik tanah almarhum Moedhinoeng Daeng Matika bernama Nurdin Daeng Nombong dengan Mayor E Sabara NRP 17640 selaku Komandan Komando Militer Kota Makassar kala itu yang sekarang bernama Kodam VII Wirabuana.

Sedangkan lokasi tanah terletak di sebelah timur dan barat di luar lokasi Asrama TNI yang dikuasai 28 KK itu, sebagian diperoleh berdasarkan perjanjian sewa-menyewa sejak tahun 1964-1965 antara warga dengan salah seorang ahli waris atas nama Daniah Daeng Ngai, anak dari almarhum Moedhinoeng.

Akta jual beli antara warga selaku pembeli dengan salah seorang ahli waris lainnya atas nama Kasiang Daeng Ratu, istri almarhum Moedhinoeng Daeng Matika. Atas dasar tersebut, lokasi tanah terletak di luar asrama TNI itu adalah memiliki kedudukan hukum yang sama.

Mengingat keduanya memperoleh dari masing-masing ahli waris pemilik tanah yang bertindak secara sendiri-sendiri, sehingga pihak Kodam setempat tidak berwenang untuk mengosongkan lokasi tanah di luar lokasi yang dimaksud.
Kemudian sejak 1965 dan 1978, warga setempat menguasai secara turun-temurun secara sah, dan memiliki dukumen.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024