Makassar (Antara Sulsel) - Aksi penyerangan fisik terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dianggap teror yang tidak perlu ditakutkan dalam pemberantasan korupsi.

"Ini jelas adalah sebuah bentuk intimidasi dan teror, KPK tidak perlu takut dan lemah dalam menghadapinya," tegas mantan Ketua KPK Abraham Samad saat dihubungi di kantor Anti Corupption Committee (ACC) Sulawesi, Makassar, Selasa.

Pendiri lembaga ACC Sulawesi ini mengatakan penyerangan kepada Novel merupakan upaya membungkam seseorang dalam menegakkan kebenaran saat ingin memberantas korupsi di Indonesia.

Hal itu mengingat adik kandung Anies Baswedan itu merupakan sosok orang yang getol menyuarakan kebenaran dan menegakkan keadilan guna memberantas perbuatan koruptor.

Dirinya mengajak dan mendorong seluruh aktivis anti korupsi se-Indonesia agar tetap bersatu dalam mengawal upaya pemberantasan korupsi tanpa pernah takut dengan upaya pelemahan, teror hingga intimidasi yang belakangan ini sering terjadi.

"Adanya aksi teror terhadap Novel tidak menjadikan KPK dan seluruh aktivis anti korupsi khawatir dan takut, tetapi kita harus melawan dan berhadapan dengan itu," kata Abraham melalui telepon selularnya.

Bila terjadi ketakutan dalam menyikapi aksi teror itu dialami Novel, lanjutnya maka upaya pemberantasan korupsi tidak akan berjalan maksimal dan para koruptor akan tertawa dan merasa menjadi pemenang.

"Sekali lagi saya sampaikan, kita harus lawan dan lawan, jangan pernah lengah dalam melawan segala bentuk intimidasi dan teror yang ada untuk melemahkan KPK," paparnya.

Saat ditanya usai membesuk penyidik senior KPK pasca disiram air keras dirawat di rumah Sakit Mitra Keluaga, Kelapa Gading, Jakarta, Abraham menyebutkan kondisinya saat ini Novel masih dirawat intesif. Sebab, wajahnya mengalami luka bakar akibat siraman air keras oleh orang yang tak dikenal usai melaksanakan salat subuh tadi.

Di tempat terpisah, Dewan Pakar ACC Prof Marwan Mas menanggapi bahwa kejadian dialami Novel Baswedan perlu disikapi serta terdapat tiga isu yang perlu digelorakan.

Pertama, yakni serangan koruptor sudah berbentuk fisik yang harus menjadi perhatian Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang secara konstitusional bertanggung jawab pada pemberantasan korupsi.

Kedua, lanjut Marwan polisi harus temukan pelaku dan aktor intelektual dibalik teror yang dialami Novel.

"Sama halnya dengan penanganan teroris, Densus 88 selalu berhasil menangkap pelaku dan mengungkap jaringannya. Korupsi dan teroris adalah sama-sama kejahatan luar biasa, sehingga penanganannya harus fokus agar tidak menghalangi penyidikan," ujarnya.

Dan ketiga, semua komponen masyarakat harus bersatu padu merapatkan barisan untuk tetap melindungi KPK yang saat ini sedang mengungkap kasus berskala besar dan diduga melibatkan petinggi DPR dan Kementerian Dalam Negeri.

Penyerangan Novel Baswedan tersebut, kata dia diduga berhubungan dengan korupsi mega proyek KTP elektronik melibatkan sejumlah orang penting di negara ini.

Sementara Penanggungjawab Pusat Kajian Anti Korupsi (Pankas) Fakultas Hukum Unhas Prof Farida Patinggi mengutuk perbuatan oknum yang tidak bertanggungjawab menyiram air keras kepada Novel.

"Kami juga mendesak pihak kepolisian mengusut dan menangkap pelaku termasuk mengungkap aktor dibelakangnnya. Dugaan penyerangan itu atas mega korupsi yang ditangani korban," ungkapnya.

Farida juga meminta Prisiden Jokowi meningkatkan standar perlindungan dan pengamanan, keselamatan komisioner, penyidik, staf berserta keluarga KPK.

Pihaknya memberikan dukungan penuh kepada Novel Baswedan agar tetap tegar, termasuk KPK jangan takut mengungkap, menangkap para koruptor siapapun itu.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024