Makassar (Antara Sulsel) - Sejumlah aktivis mahasiswa bersama organisasi Masyarakat Sipil tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Bumi (Ampibi) mengelar mimbar terbuka memperingati Hari Bumi.

"Kegiatan ini dilakukan untuk mendorong masyarakat agar selalu merawat bumi serta lingkungan sekitarnya, aggar polusi dan kerusakan lingkungan tidak terus terjadi," kata Korlap aksi Al Amin di bawah Jembatan Layang Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu.

Menurut dia kerusakan lingkungan akan terus berlanjut bila mana manusianya tidak sadar dan hanya mementingkan keuntungan baik secara pribadi, kelompok maupun perusahaan penambangan.

Sejumlah kasus yang mengemuka saat ini, kata dia, seperti pembangunan PLTA di Seko, Kabupaten Luwu Utara. Dimana warga menolak pembangunan itu karena akan berdampak pada lingkungan dan eksositem di sekitarnya.

Selain itu, pihak perusahaan PT Seko Power Prima sebagai investor untuk pembangunan PLTA diduga telah melakukan intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga, dengan tetap bersikukuh akan membangun PLTA di dua lokasi tanah adat setempat.

Sedangkan kasus lain, lanjutnya aktivis Walhi Sulsel itu, reklamasi pesisir pantau Makassar atas pembangunan Central Poin of Indonesia (CPI) diduga akan merusak lingkungan disekitarnya.

"Ada ketidakseimbangan dengan proyek yang dibangun sementara tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya. Ini patut disikapi pemerintah sebagai mana amanah Undang-Undang Dasar mengedepankan kepentingan rakyat, bukan golongan atau perusahaan," papar Amin.

Sementara koordinator aksi lainnya, Ifha menyebutkan tidak hanya dua kasus itu mengemuka di rana publik, kasus dugaan perampasan lahan warga oleh PTPN XIV di Takalar, Sulawesi Selatan juga belum terselesaikan.

Konflik lahan antara warga dengan Perusahaan BUMN itu, ucapnya, sudah berlangsung puluhan tahun tanpa ada jalan penyelesaian, sehingga warga terancam kehilangan lahannya tanpa ada itikad baik dari pemerintah.

"Sudah banyak warga kehilangan lahan dan mata pencahariannya berkebun. Sejumlah perempuan terpaksa menderita. Untuk itu pemerintah didesak menyelesaikan konflik lahan agraria di Takalar serta sejumlah daerah lainnya di Sulsel," papar dia.

Tidak sampai disitu, kasus pengrusakan karst oleh perusahan pabrik semen di Pangkep dan Baru juga perlu diselamatkan, hingga rencana penggusuran 28 warga Bara-baraya oleh pihak Kodam XIV Hasanuddin.

"Pada dasarnya kami menolak seluruh ketidakadilan atas apa yang menimpa mereka, mulai dari kasus perampasan lahan PTPN, rencana penggusuran warga Bara-baraya, hingga menolak pabrik semen yang merusak lingkungan," tegasnya.

Dalam aksi itu, band simponi yang membawa genre penyelamatan lingkungan menghibur peserta aksi, tidak itu pembacaan puisi penolakan pengrusakan hutan hingga dua perempuan asal takalar yang lahannya diduga dirampas juga menyampaikan testimoni.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024