Makassar (Antara Sulsel) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan memeriksa tiga tersangka kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar, seluas 19.999 meter persegi pada 2015.

"Hari ini kami kembali memeriksa tiga tersangka kasus penyewaan lahan negara ini dan prosesnya masih akan berlanjut," kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel Tugas Utoto di Makassar, Selasa.

Ketiga tersangka yang menjalani pemeriksaan hingga sore hari yakni Asisten I Bidang Pemerintahan Pemkot Makassar Muh Sabri yang berperan sebagai fasilitator, Jayanti Ramli (JR) berperan sebagai pemilik lahan dan Rusdin selaku penerima pembayaran sewa lahan.

Ketiganya diperiksa guna kepentingan penyidikan dalam kasus tersebut di mana keterangan ketiganya diperlukan untuk dikonfrontir satu sama lain serta menguatkan barang bukti dan keterangan tersangka pada pemeriksaan sebelumnya.

"Selama penetapan tersangka, mereka semua belum pernah diperiksa sebagai tersangka dan hanya sebatas saksi. Kini peran mereka didalami," katanya.

Tugas menyebutkan bila dalam kasus ini penyidik telah merampungkan pemeriksaan terhadap semua saksi dalam kasus tersebut. Bahkan dia menuturkan pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi ahli.

"Sudah tidak ada lagi pemeriksaan terhadap saksi karena pemeriksaan saksi-saksi hanya di penyelidikan. Untuk saksi dan ahli juga sudah kita periksa semuanya," sebutnya.

Sebelumnua, kasus ini bergulir di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan setelah pelaksana pekerjaan PT PP melakukan pelaporan atas penyewaan lahan tersebut.

Kasi Penerangan dan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin mengaku tindak pidana korupsi bermula pada saat penutupan akses jalan di atas tanah negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, 2015.

Tersangka Jayanti dan Rusdin mengakui memiliki surat garapan pada 2003 atas tanah negara yang merupakan akses ke proyek pembangunan Makassar New Port (MNP).

Atas dasar itu, tersangka Jayanti dan Rusdin dengan difasilitasi oleh Sabri yang bertindak seolah-olah atas nama pemerintah kota meminta dibayarkan uang sewa kepada PT PP selaku pelaksana pekerjaan.

Uang yang diminta sebesar Rp500 juta selama satu tahun dituangkan dalam perjanjian. Padahal diketahui bahwa surat garap yang dimiliki pada 2003 tersebut lokasinya masih berupa laut hingga 2013.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024