Makassar (Antara Sulsel) - Asisten I Bidang Pemerintahan Pemerintah Kota Makassar Muh Sabri dijebloskan ke dalam sel tahanan setelah diperiksa sebagai tersangka untuk kedua kalinya terkait kasus dugaan sewa lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar.

"Hari ini, resmi kita tahan tersangka MS setelah dilakukan pemeriksaan di ruang penyidik," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Tugas Utoto di Makassar, Senin.

Ia mengatakan, penahanan ini berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: Print-412/R.4.5/Fd,1/07/2017 tanggal 10 Juli 2017 selama 20 hari ke depan.

Tugas menyebut, tersangka Muh Sabri dalam kapasitasnya sebagai Asisten I Bidang Pemerintaha Pemerintah Kota Makassar seolah-olah mengatasnamakan Pemerintah Kota Makassar dalam memfasilitasi penyewaan lahan negara tersebut.

Sewa lahan negara dilakukan oleh PT Pembangunan Perumahan (PP) kepada dua tersangka lainnya yang sudah ditahan yakni Jayanti Ramli (JR) berperan sebagai pemilik lahan dan Rusdin selaku penerima pembayaran sewa lahan.

"Jadi tersangka MS ini seolah-olah bertindak atas nama Pemerintah Kota Makassar. Nanti kita lihat proses pembuktiannya di pengadilan, apakah akan menyeret tersangka lainnya atau bagaimana. Tapi kita rampungkan dulu ini kasusnya," katanya.

Sebelumnya, kasus ini bergulir di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan setelah pelaksana pekerjaan PT PP melakukan pelaporan atas penyewaan lahan negara seluas 19.999 meter persegi pada 2015.

Kasi Penerangan dan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin mengaku tindak pidana korupsi bermula pada saat penutupan akses jalan di atas tanah negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, 2015.

Tersangka Jayanti dan Rusdin mengakui memiliki surat garapan pada 2003 atas tanah negara yang merupakan akses ke proyek pembangunan Makassar New Port (MNP).

Atas dasar itu, tersangka Jayanti dan Rusdin dengan difasilitasi oleh Sabri yang bertindak seolah-olah atas nama pemerintah kota meminta dibayarkan uang sewa kepada PT PP selaku pelaksana pekerjaan.

Uang yang diminta sebesar Rp500 juta selama satu tahun dituangkan dalam perjanjian. Padahal diketahui bahwa surat garap yang dimiliki pada 2003 tersebut lokasinya masih berupa laut hingga 2013.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024