Jakarta (Antara News) - Sejarah pernah mencatat Bung Hatta sebagai ekonom generasi awal Indonesia yang bahkan hingga tutup usia tak pernah mampu mewujudkan impiannya untuk memiliki sepatu merek Bally.
Namun, sang proklamator itu bertenang saat menutup mata ketika telah mempu mendefinisikan konstitusi ekonomi Indonesia sebagai bangun ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan dalam wadah bernama koperasi.
Sayangnya seiring waktu berjalan, bahkan hingga tujuh dasawarsa berlalu sejak ia berdiri di belakang Bung Karno untuk memproklamasikan kemerdekaan, koperasi yang diimpikannya mampu mengubah keadaan rakyat menjadi lebih baik nyatanya masih jauh panggang dari api.
Bung Hatta memang tak pernah salah meletakkan pondasi koperasi sebagai bangun ekonomi yang dianggap paling sesuai untuk bangsa Indonesia, namun para penerusnya belum juga mampu menerjemahkan cita-citanya.
Mimpi Bung Hatta ibarat utopia yang berada di alam imajinasi yakni ketika koperasi telah benar-benar mampu mengangkat derajat perekonomian bangsa. Bahkan para pengambil keputusan untuk beberapa rezim di Tanah Air kerap kali tampak tidak yakin bahwa koperasi mampu mengambil peran sebagaimana yang diharapkan Bung Hatta.
Mereka mestinya melihat betapa koperasi telah demikian menguasai sektor pertanian hingga menggurita di Jepang, sementara di Eropa betapa koperasi menjadi panutan bagi pelaku ekonomi yang lain, bahkan di Amerika Serikat di mana liberalisme ekonomi berkembang, koperasi justru mampu melebarkan sayapnya bersaing dengan pelaku ekonomi yang lain dalam "level of playing field" yang setara.
Pengamat koperasi Suroto pun mengatakan di Indonesia koperasi hanya perlu keberpihakan agar bisa menjadi instrumen yang paling efektif untuk memeratakan pendapatan dan kekayaan.
"Indonesia menghadapi masalah kesenjangan struktural yang akut, koperasi merupakan instrumen yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini," ujar Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) itu.
Namun faktanya, belum adanya keberpihakan yang nyata dari pembuat kebijakan jelas membuat ketimpangan pengembangan koperasi terus berlanjut.
Akibatnya pun menjadi nyata ketika indeks rasio gini di Indonesia masih bertengger di angka 0,40 persen dengan tingkat akumulasi kekayaan pada segelintir elite yang masih sangat besar.
"Padahal kemiskinan dan pengangguran dengan sendirinya juga akan menurun kalau kita dapat mengefektifkan koperasi," ucap Suroto.
Sayangnya, koperasi yang dalam istilah ekonomi berkonsep "economic patron refund" yakni ketika transaksi yang terjadi justru mengembalikan nilai tambah kepada pelakunya malah tidak mendapatkan tempat untuk berkembang laksana pelaku usaha lain di Indonesia.
Maka di usianya kini yang tepat menginjak 70 tahun, koperasi layaknya kendaraan tua yang terbatuk-batuk di tengah derasnya arus kapitalisme yang semakin menggurita di Tanah Air.
Ia pun tak lagi bisa sambat, tak lagi bisa mengeluhkan, atau bahkan meneriakkan aspirasinya agar diberi tempat untuk berteduh dari serangan perkembangan ekonomi yang diserahkan sepenuhnya pada pasar.
Peringatan Seremoni
Cita-cita Bung Hatta untuk menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa terasa semakin gagal diterjemahkan oleh para penerusnya ketika Peringatan Hari Koperasi Nasional hanya digelar dalam bentuk upacara dan seremoni semata.
Serangkaian acara digelar, bendera-bendera kebangkitan koperasi dikibarkan setinggi tiang dapat menjangkau, ribuan penggerak koperasi dikumpulkan di satu tempat, bahkan sang presiden pun dihadirkan namun selepas tenda seremoni dibongkar dan bendera bersama umbul-umbul diturunkan nasib koperasi tetaplah sama.
Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Nurdin Halid sebagai ketua penyelenggara Harkopnas 2017 sendiri mengaku sudah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan koperasi melalui pemberdayaan potensi, peluang bisnis, sekaligus mencari solusi atas permasalahan dan tantangan yang dihadapi.
"Koperasi memang perannya sering dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan, dan memeratakan pendapatan," imbuhnya.
Sayangnya hal itu ia akui belum juga mampu dipenuhi oleh koperasi, sehingga disadarinya harus ada upaya pemberdayaan yang lebih intensif.
Untuk kepentingan itu, pihaknya melakukan serangkaian kegiatan yang puncaknya digelar di Makassar, Sulawesi, dan menghadirkan sekurang-kurangnya 40.000 insan gerakan koperasi di Indonesia.
Sebelumnya serangkaian kegiatan lain pun digelar di antaranya ziarah ke Makam Bung Hatta, gerak jalan santai, pameran, kongres koperasi III, dan kemah koperasi.
Serangkaian acara peringatan itu pun diharapkan mampu merevolusi nasib koperasi yang semakin tua dan laksana terabai itu. Namun siapa yang kini bisa teryakinkan bahwa serangkaian acara itu mampu melakukannya.
Di Tangan Pemerintah
Pemerintah menjadi pihak yang paling mudah disudutkan ketika koperasi yang semakin menua di Indonesia, tapi tetap terseok mengikuti perkembangan zaman.
Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga nyatanya telah mengupayakan beragam program untuk mereformasi koperasi di Indonesia.
"Kita lakukan reformasi total, yang meliputi rehabilitasi, reorientasi, dan pengembangan koperasi," katanya.
Tetapi ia meyakinkan bahwa persoalan koperasi yang telah demikian kompleks tidak saja memerlukan intervensi pemerintah.
"Ini bukan semata tanggung jawab pemerintah tetapi tugas kita bersama untuk membuat koperasi di Indonesia ini bangkit," ucapnya.
Ia pun mempertanyakan kepada setiap orang di Indonesia sudahkah menjadi anggota koperasi, sudahkah memberikan kontribusi, sudahkah merasakan manfaatnya.
Maka sebelum kemudian saling menyalahkan seluruh elemen diperlukan kontribusinya untuk membuat koperasi bisa benar-benar menjadi soko guru perekonomian bangsa.
Sebagai panglima gerakan koperasi di Tanah Air, pria berdarah Bali itu pun meminta kepada seluruh rakyat di Tanah Air agar tak membiarkan koperasi menua tanpa arti. Sebab sebaik apapun alat pemerataan kesejahteraan tak akan ada artinya jika tidak digunakan dengan baik.
Namun, sang proklamator itu bertenang saat menutup mata ketika telah mempu mendefinisikan konstitusi ekonomi Indonesia sebagai bangun ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan dalam wadah bernama koperasi.
Sayangnya seiring waktu berjalan, bahkan hingga tujuh dasawarsa berlalu sejak ia berdiri di belakang Bung Karno untuk memproklamasikan kemerdekaan, koperasi yang diimpikannya mampu mengubah keadaan rakyat menjadi lebih baik nyatanya masih jauh panggang dari api.
Bung Hatta memang tak pernah salah meletakkan pondasi koperasi sebagai bangun ekonomi yang dianggap paling sesuai untuk bangsa Indonesia, namun para penerusnya belum juga mampu menerjemahkan cita-citanya.
Mimpi Bung Hatta ibarat utopia yang berada di alam imajinasi yakni ketika koperasi telah benar-benar mampu mengangkat derajat perekonomian bangsa. Bahkan para pengambil keputusan untuk beberapa rezim di Tanah Air kerap kali tampak tidak yakin bahwa koperasi mampu mengambil peran sebagaimana yang diharapkan Bung Hatta.
Mereka mestinya melihat betapa koperasi telah demikian menguasai sektor pertanian hingga menggurita di Jepang, sementara di Eropa betapa koperasi menjadi panutan bagi pelaku ekonomi yang lain, bahkan di Amerika Serikat di mana liberalisme ekonomi berkembang, koperasi justru mampu melebarkan sayapnya bersaing dengan pelaku ekonomi yang lain dalam "level of playing field" yang setara.
Pengamat koperasi Suroto pun mengatakan di Indonesia koperasi hanya perlu keberpihakan agar bisa menjadi instrumen yang paling efektif untuk memeratakan pendapatan dan kekayaan.
"Indonesia menghadapi masalah kesenjangan struktural yang akut, koperasi merupakan instrumen yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini," ujar Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) itu.
Namun faktanya, belum adanya keberpihakan yang nyata dari pembuat kebijakan jelas membuat ketimpangan pengembangan koperasi terus berlanjut.
Akibatnya pun menjadi nyata ketika indeks rasio gini di Indonesia masih bertengger di angka 0,40 persen dengan tingkat akumulasi kekayaan pada segelintir elite yang masih sangat besar.
"Padahal kemiskinan dan pengangguran dengan sendirinya juga akan menurun kalau kita dapat mengefektifkan koperasi," ucap Suroto.
Sayangnya, koperasi yang dalam istilah ekonomi berkonsep "economic patron refund" yakni ketika transaksi yang terjadi justru mengembalikan nilai tambah kepada pelakunya malah tidak mendapatkan tempat untuk berkembang laksana pelaku usaha lain di Indonesia.
Maka di usianya kini yang tepat menginjak 70 tahun, koperasi layaknya kendaraan tua yang terbatuk-batuk di tengah derasnya arus kapitalisme yang semakin menggurita di Tanah Air.
Ia pun tak lagi bisa sambat, tak lagi bisa mengeluhkan, atau bahkan meneriakkan aspirasinya agar diberi tempat untuk berteduh dari serangan perkembangan ekonomi yang diserahkan sepenuhnya pada pasar.
Peringatan Seremoni
Cita-cita Bung Hatta untuk menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa terasa semakin gagal diterjemahkan oleh para penerusnya ketika Peringatan Hari Koperasi Nasional hanya digelar dalam bentuk upacara dan seremoni semata.
Serangkaian acara digelar, bendera-bendera kebangkitan koperasi dikibarkan setinggi tiang dapat menjangkau, ribuan penggerak koperasi dikumpulkan di satu tempat, bahkan sang presiden pun dihadirkan namun selepas tenda seremoni dibongkar dan bendera bersama umbul-umbul diturunkan nasib koperasi tetaplah sama.
Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Nurdin Halid sebagai ketua penyelenggara Harkopnas 2017 sendiri mengaku sudah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan koperasi melalui pemberdayaan potensi, peluang bisnis, sekaligus mencari solusi atas permasalahan dan tantangan yang dihadapi.
"Koperasi memang perannya sering dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan, dan memeratakan pendapatan," imbuhnya.
Sayangnya hal itu ia akui belum juga mampu dipenuhi oleh koperasi, sehingga disadarinya harus ada upaya pemberdayaan yang lebih intensif.
Untuk kepentingan itu, pihaknya melakukan serangkaian kegiatan yang puncaknya digelar di Makassar, Sulawesi, dan menghadirkan sekurang-kurangnya 40.000 insan gerakan koperasi di Indonesia.
Sebelumnya serangkaian kegiatan lain pun digelar di antaranya ziarah ke Makam Bung Hatta, gerak jalan santai, pameran, kongres koperasi III, dan kemah koperasi.
Serangkaian acara peringatan itu pun diharapkan mampu merevolusi nasib koperasi yang semakin tua dan laksana terabai itu. Namun siapa yang kini bisa teryakinkan bahwa serangkaian acara itu mampu melakukannya.
Di Tangan Pemerintah
Pemerintah menjadi pihak yang paling mudah disudutkan ketika koperasi yang semakin menua di Indonesia, tapi tetap terseok mengikuti perkembangan zaman.
Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga nyatanya telah mengupayakan beragam program untuk mereformasi koperasi di Indonesia.
"Kita lakukan reformasi total, yang meliputi rehabilitasi, reorientasi, dan pengembangan koperasi," katanya.
Tetapi ia meyakinkan bahwa persoalan koperasi yang telah demikian kompleks tidak saja memerlukan intervensi pemerintah.
"Ini bukan semata tanggung jawab pemerintah tetapi tugas kita bersama untuk membuat koperasi di Indonesia ini bangkit," ucapnya.
Ia pun mempertanyakan kepada setiap orang di Indonesia sudahkah menjadi anggota koperasi, sudahkah memberikan kontribusi, sudahkah merasakan manfaatnya.
Maka sebelum kemudian saling menyalahkan seluruh elemen diperlukan kontribusinya untuk membuat koperasi bisa benar-benar menjadi soko guru perekonomian bangsa.
Sebagai panglima gerakan koperasi di Tanah Air, pria berdarah Bali itu pun meminta kepada seluruh rakyat di Tanah Air agar tak membiarkan koperasi menua tanpa arti. Sebab sebaik apapun alat pemerataan kesejahteraan tak akan ada artinya jika tidak digunakan dengan baik.