Jakarta (Antara News) - Ketua MPR Zulkifli Hasan mendorong  Pemerintah Indonesia menerapkan ekonomi Pancasila sesuai amanah konstitusi, dan guna mengatasi kesenjangan sosial.

         "Kesenjangan sosial yang tajam, memberikan dampak terjadinya kerawanan sosial seperti munculnya kekerasan, tindak kriminal, paham radikal, yang dalam jangka panjang dapat mengancam NKRI," kata Zulkifli Hasan pada Simposium Nasional: Sistem Perekonomian Untuk Wujudkan Kesejahteraan Sosial Sesuai UUD NRI 1945, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.

         Ia berpendapat, kesenjangan sosial muncul dari penerapan ekonomi liberal yang jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila.

         Pasal 33 UU 1945 serta sila-sila Pancasila, menurut dia, telah mengamanahkan secara jelas konsep perekonomian nasional Indonesia yang dibangun berdasarkan asas gotong-royong untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

         "Ekonomi ini dapat disebut sebagai ekonomi Pancasila," katanya.

         Zulkifli mengakui, ekonomi Pancasila tidak mudah diterapkan,  meskipun secara konsep sudah jelas tertuang dalam konstitusi.

         Munculnya kesenjangan sosial di Indonesia, kata dia, karena dalam penerapan ekonomi nasional terjadi inkonsistensi dan inkoeherensi.

         Pada kesempatan tersebut, Zulkifli juga menceritakan pengalamanya dari kunjungannya ke beberapa daerah, bertemu dengan petani yang semula memiliki lahan pertanian dan kemudian menjual lahan pertaniannya dan menjadi buruh tani.

         "Ini memunculkan kesenjangan sosial," katanya.

         Zulkifli Hasan berharap, penyelenggaraan simposium ini dapat memberikan masukan kepada MPR RI bagaimana bentuk dan penerapan ekonomi Pancasila yang dapat diterapkan di Indonesia.

         Zulkifli juga mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Pengkajian MPR RI yang menggagas penyelenggaraan simposium berdasatkan hasil kajian yang telah dilakukannya.

         Sementara itu, Ketua Lembaga Pengkajian MPRV RI, Rully Chaerul Azwar mengatakan, Lembaga Pengkajian MPR RI melakukan kajian atas topik yang menjadi judul simposium.

         Ruly menjelaskan, kajian dilakukan selama empat bulan sejak
Februari, melalui serangkaian diskusi pleno internal maupun diskusi terbatas, dengan menghadirkan para pakar.

         Mereka antara lain, Prof Budiono, Prof Emil Salim, Prof Ginanjar Kartasasmita, Prof Edi Swasono, Prof Jimly Asshiddiqie, dan Prof Dawam Raharjo.

        Menurut Rully, Lembaga Pengkajian MPR RI juga melakukan
serangkaian diskusi kelompok terpumpun di Universitas Pajajaran, Universitas Gajahmada, Universitas Diponegoro, dan Universitas Udayana.

         Seluruh rangkaian diskusi-diskusi tersebut, menurut Rully, disusun oleh Prof Didik J Rachbini menjadi buku yang untuk
sementara diberi judul Ekonomi Pancasila.

        "Isi buku ini menjadi makalah utama, pada simposium hari ini,"
katanya.

Pewarta : Riza Harahap
Editor :
Copyright © ANTARA 2024