Makassar (Antara Sulsel) - Yayasan Satunama bekerjasama denan Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar kelas Politik Cerdas Beritegritas sebagai program dukungan pembangunan integritas bagi masyarakat politik pada 24-27 Juni 2017 di Makassar, Sulawesi Selatan.

"Program ini bertujuan untuk memberikan dukungan dalam rangka mewujudkan Masyarakat Politik Cerdas Berintegritas di Indonesia melalui penguatan aktor politik sebagai efek jangka panjang," sebut Manager Program Kelas PCB Tingkat Madya, Kristina Viri melalui siaran persnya diterima, Minggu.

Sebagai bagian dari program tersebut, Politik Cerdas Beritegritas (PCB) Tingkat Madya. Kegiatan ini merupakan pendidikan politik bagi generasi muda di tingkat SMA sederajat dan mahasiswa.

Selain itu mencetak kader-kader politik muda untuk menjadi politisi yang cerdas dan berintegritas dalam membangun kehidupan politik Indonesia yang bermartabat dan anti-korupsi.

Kegiatan tersebut dilaksanakan pada sembilan provinsi di Indonesia sebagai kelanjutan dari pelaksanaan kelas Politik Cerdas Berintegritas Tingkat Pratama di 2016.

Sembilan provinsi tersebut adalah Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Papua Barat.

Berdasarkan data, jumlah politisi muda di Indonesia saat ini masih sangat minim. Buktinya, presentase politisi muda yang ada di DPR hanya 17,2 persen.

Sebagian besar dari politisi muda ini adalah kerabat, anak, saudara dari politisi lain yang telah menduduki jabatan publik.

Sementara di sisi lain, data KPK menyebutkan pelaku tindak pidana korupsi tertinggi adalah Politisi. Sebanyak 204 dari 643 orang yang ditangkap KPK (2004-Maret 2017) melakukan tindak pidana korupsi, yakni politisi.

"Beberapa hal inilah yang melatarbelakangi KPK untuk bekerjasama dengan Yayasan Satunama menyiapkan generasi baru politik," kata Kristina.

Dari penelitian oleh Morissan yang diterbitkan dalam Jurnal Visi Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta tahun 2016, pemilih pemula merupakan salah satu kelompok penting pada setiap pemilu.

Mereka adalah para generasi muda yang berusia antara 17 hingga 22 tahun. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 73,2 persen responden memberikan suara pada Pemilu 2014.

Ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi politik di kalangan anak muda cukup tinggi. Namun dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa bentuk minat dan partisipasi politik tersebut hanya berwujud sebatas mengobrolkan isu politik dengan teman.

Puncaknya terletak pada partisipasi sebagai pemilih dalam pemilu. Sementara bentuk minat dan partisipasi yang lebih spesifik seperti membantu kampanye parpol, memberikan kontribusi sumber daya kepada partai politik, menjadi pengurus partai politik hingga mencoba maju dalam kancah pemilu dalam usia muda.

Sementara kajian lain menguatkan kondisi tersebut. Dalam tataran kursi legislatif DPR RI, jumlah politisi muda (usia 20-40 tahun) yang berkecimpung di dunia politik tidak terlalu besar.

Kajian yang dilakukan oleh Formappi pada 2014, ditemukan bahwa dari 560 anggota DPR RI terpilih periode 2014-2019, hanya ada 96 orang atau 17,2 persen yang berusia antara 20-40 tahun. Dari 96 orang tersebut hanya 15 orang atau 2,7 persen yang berusia 20-30 tahun. Sementara sisanya 81 orang atau 14,5 persen berusia 30-40 tahun.

"Data-data tersebut cukup memberikan gambaran bahwa keberadaan politisi belia dalam kancah politik Indonesia masih minim. Padahal keberadaan politisi belia bukan saja sekadar menjadi titik awal proses regenerasi aktor politik," ujarnya

Namun lebih jauh, lanjut dia, khususnya bagi partai politik, adalah tantangan untuk mempersiapkan generasi politik baru di masa depan yang lebih baik. Meski demikian, politisi muda juga tidak lepas dari jeratan perilaku korupsi.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024