Manado (Antara Sulsel) - Kenaikan harga garam di sentra perdagangan Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) berdampak namun kecil pengaruhnya pada angka inflasi bulan Juli 2017 di daerah tersebut.

"Meningkatnya harga garam sebesar 50 persen memberikan dampak sekitar 0,02 persen pada inflasi bulan Juli 2017," kata Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulut Soekowardojo di Manado, Kamis.

Soekowardojo mengatakan memang ada dampaknya memicu inflasi namun masih kecil jika dibandingkan dengan cabai rawit dan tomat sayur yang mengalami kenaikan cukup signifikan di bulan Juli ini.

Deputi Direktur Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Sulut Buwono Budisantoso mengatakan bobot garam di keranjang indeks harga konsumen (IHK) hanya 0,00044 jadi dengan kenaikan harga garam sebesar 50 persen, dan jika stabil dalam satu bulan maka sumbangan ke inflasi 0,02 persen.

"Sehingga dampaknya masih sangat kecil," kata Buwono.

Harga garam di Sulut naik dari Rp4 ribu per kilogram menjadi Rp6 ribu per kilogram.

Buwono mengatakan pada bulan Juli 2017 IHK Sulut diperkirakan masih mengalami inflasi sebagai dampak peningkatan permintaan dalam rangka perayaan Pengucapan Syukur di berbagai daerah di Sulut.

Namun demikian, katanya, masih terdapat peluang terjadi deflasi seiring dengan kembali normalnya tarif angkutan udara dan harga cabai rawit yang mulai turun pada pekan pertama Juli 2017.

Kemungkinan juga deflasi, karena perayaan pengucapan syukur tidak serentak dilakukan, namun setiap pekan kabupaten yang berbeda.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulut Moh Edy Mahmud mengatakan Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) pada bulan Juni 2017 mengalami inflasi sebesar 1,15 persen.

"Inflasi di Kota Manado pada bulan Juni 2017 terjadi karena adanya peningkatan indeks pada tujuh kelompok pengeluaran," katanya.

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor :
Copyright © ANTARA 2024