Makassar (Antara Sulsel) - Ikatan Sarjana Kelautan (ISLA) Universitas Hasanuddin mempertanyakan keberpihakan pemerintah terhadap nasib petani garam di Indonesia.

"Pemberitaan keluhan pengusaha garam olahan karena kekurangan pasokan dan harga lebih mahal hanya dalam beberapa hari langsung direspon pemerintah dengan mengeluarkan keputusan untuk melakukan impor. Ini kan aneh," kata Ketua ISLA Unhas Darwis Ismail, Selasa.

Garam yang merupakan hasil olahan air laut, kata dia, seharusnya melimpah, bahkan separuh lebih luas wilayah Indonesia adalah laut, sehingga menjadi pertanyaan dan mengherankan apabila beberapa hari terakhir ini terjadi kelangkaan dan hilang di pasaran.

Menurut dia, sebelum mengeluarkan keputusan impor, seharusnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penelusuran dengan turun lapangan melakukan pengecekan.

Kendati demikian, kata dia, mempertanyakan apakah kebenaran pemberitaan itu bisa dipertanggungjawabkan dan seberapa besar permasalahan di tingkat petani garam harus dipastikan karena ada dugaan permainan mafia, tetapi bukan langsung diselesaikan dengan solusi impor.

"Cara seperti inilah yang membuat petani garam Indonesia selalu dalam kemiskinan. Seharusnya KKP membantu petani garam agar bisa memproduksi garam sebesar-besarnya dengan tingkat kualitas sama atau lebih baik dari garam impor," tegasnya.

Apabila KKP dan Kementerian Perdagangan bekerja fokus pada nasib petani garam, tentu tidak akan bermain-main dengan pemasok garam impor. Apalagi beberapa waktu lalu kepolisian sudah mengusut kasus penyalahgunaan garam impor yang dijadikan garam konsumsi.

"Kami ISLA Unhas menyayangkan hal ini dan memintah Presiden Jokowi menegur para menteri yang tidak punya kemampuan membantu petani garam ini," ungkapnya.

Sebab, kata dia, tugas kementerian adalah memberikan bimbingan teknis dan bantuan sarana pendukung agar produksi garam rakyat meningkat dan memenuhi mutu yang diinginkan pasar.

Darwis menambahkan, salah satu sentra garam nasional berada di Provisi Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten Jeneponto yang memiliki stok yang sangat melimpah, bahkan bisa memenuhi kebutuhan konsumsi dan industri.

Berdasarkan pantauan ISLA Unhas, justru garam di Jeneponto melimpah dan para petani mengeluh karena stok mereka menumpuk di gudang. Bahkan garam mereka dibeli para tengkulak dengan harga yang rendah hanya berkisar Rp15.000 per 50 kilogram.

"Ini ironis, sampai kapan petani garam ini dibiarkan hidup dalam kemiskinan, nasib petani garam seperti ini, harusnya diberikan solusi bukan mengimpor," harapnya.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024