Makassar (Antara Sulsel) - Ribuan warga di bagian barat dan selatan Kota Makassar berbondong-bondong memadati Lapangan Stadion Mattoanging Andi Mattalatta untuk menunaikan Shalat Idul Adha 1438 Hijriah.

Berdasarkan pantauan, Jumat, jamaah yang sudah memadati lapangan hingga ke sisi terluar stadion di Jalan Cenderawasih dan Andi Mappanyukki itu mulai berdatangan sejak Jumat pagi pukul 06.00 Wita.

Khatib Syekh Sayid Habib KH Abd Rahim Assegaf Puang Makka yang membawakan khotbah shalat Ied menyampaikan jika ingin mendapatkan hasil yang maksimal dibutuhkan pengorbanan.

"Dua minggu lalu, kita mendapatkan kenikmatan luar biasa dari Allah SWT di mana kita telah memperingati HUT Kemerdekaan yang mana kemerdekaan diraih dengan pengorbanan Harta benda dan jiwa," ujarnya.

Sayid Puang Makka mengatakan, mental warga harus dibina agar tercipta tatanan masyarakat yang lebih baik serta pribadi yang tangguh.

Dia menyebutkan, di dunia ini ada orang-orang yang merugi dan beruntung dan semuanya ada dalam kitab suci Islam, Al-Quran di antaranya dalam Surah At Tin (4) yang menyebutkan ada orang-orang yang beruntung karena keberuntungan seperti orang yang mendapat pangkat dan jabatannya.

Sedangkan bagi kelompok orang-orang lainnya yang merugi adalah orang yang tidak memanfaatkan kehidupan yang diberikannya yakni tidak mendapatkan pangkat dan jabatan serta tidak melakukan amalan-amalan seperti salat, sedekah, puasa dan berinfaq.

Diungkapkannya, perjuangan Nabi Ibrahim yang diakui oleh semua agama samawi sebagai Bapak Monoteisme atau Bapak Ketuhanan yang Maha Esa itu mengajarkan kita semua di dunia ini untuk menyeru dan menyembah Tuhan sekalian alam.

Di mana Nabi-nabi sebelumnya mengajarkan kaumnya agar menyembah Allah dengan sebutan "Tuhan Kamu". Tuhan yang diperkenalkannya itu bukan Tuhan dari golongan tertentu, tetapi Allah, Tuhan seru sekalian alam.

Ia melanjutkan, Tuhan yang dikumandangkan adalah Tuhan Imanen sekaligus transeden yang dekat dengan manusia, baik saat sendirian maupun dalam keramaian, pada saat diam atau bergerak, tidur atau terjaga, yakni Tuhan manusia seluruhnya secara universal.

Menurut dia, Nabi Ibrahim menemukan dan membina keyakinan tersebut melalui pengalaman pribadi, setelah ia mengamati gejala-gejala alam seperti adanya bintang, bulan dan matahari, kemudian akhirnya disimpulkan bahwa bukan apa yang ada di bumi dan benda langit yang wajar disembah.

"Semua manusia, dengan risalah Bapak Monoteisme ini, memperoleh martabat kemanusiaan. Orang kuat, betapapun kuatnya, demikian pula orang lemah, betapapun lemahnya adalah sama dihadapan Allah SWT," katanya.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024