Makassar (Antara Sulsel) - Pengamat Politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Amir Ilyas menyatakan warga bisa melaporkan perbuatan pidana ke polisi, jika Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk memberikan dukungan politik kepada kandidat perseorangan pada Pilkada Serentak 2018 disalahgunakan.

"Itu perbuatan pidana bila menyalahgunakan atau mencaplok KTP warga untuk meraih dukungan fiktif, silahkan dilaporkan bila merasa keberatan," ujar Amir saat ditanya soal tersebut di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

Menurut dia, pencalonan pada Pilkada Serentak khusus melalui jalur perseorangan atau independen berpotensi sarat akan kecurangan. Mengingat persyaratan adalah pengumpulan dukungan berupa KTP warga dan ini bisa dicaplok oknum timses tanpa pemberitahuan orangnya.

Untuk itu, kata dia, pengawasan ketat diperlukan dan warga diimbau untuk berani melaporkan bila KTP-nya dicaplok ataupun disalahgunakan tim suksel pasangan dari Calon Perseorangan.

Selain itu, pilkada merupakan pesta demokrasi, dan warga bebas menentukan pilihan mereka dengan harapan mendapatkan pemimpin yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

"Perlu ada pengawasan ketat terkait verifikasi dukungan KTP bagi calon perseorangan. Pengawasan tersebut akan lebih baik bila ditunjang kesadaran warga melaporkan KTP-nya dicaplok padahal tidak pernah mendukungnya," ungkap Amir.

Sedangkan regulasi pencalonan melalui jalur perseorangan telah diatur dalam PKPU nomor 9 tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Regulasi ini mesti menjadi dasar dalam proses verifikasi dukungan.

Dalam PKPU misalnya, lanjut dia, disebutkan bahwa verifikasi dukungan pasangan calon perseorangan dilakukan melalui penelitian administrasi dan penelitian faktual secara akurat.

Dirinya menyarankan agar penyelenggara dan pengawas Pilkada intens melakukan deteksi terhadap verifikasi berkas dukungan calon perseorangan. Sudah menjadi rahasia umum, sering kali ditemukan kecurangan dalam dukungan KTP bagi pasangan calon perseorangan, bahkan rawan praktik politik uang, hingga jual beli KTP.

Beberapa bentuk ketidakberesan yang perlu diantisipasi dalam jalur perseorangan, kata dia, yakni KTP dukungan ganda, KTP kedaluwarsa dan pencatutan nama dalam dukungan calon perseorangan. Jika ditemukan KTP palsu, KTP ganda dan pencatutan dukungan, sanksinya jangan hanya sebatas pencoretan, tapi bisa masuk ke ranah pidana.

Pihaknya mengimbau warga yang KTP-nya dicaplok, digandakan atau dipalsukan agar melayangkan protes keras dengan melakukan pelaporan ke Gakumdu tim merupakan gabungan Panwas, Polisi, dan Kejaksaan.

"Perbuatan itu masuk dalam ranah pidana, bukan hanya calonnya saja, tapi termasuk orang yang mengumpulkan KTP itu dijerat, makanya jalur perseorangan Pilkada kali ini sangat berat," katanya.

Sebelumnya, pakar politik Unhas lainnya, Jayadi Nas, berpendapat sama bahwa upaya kandidat bertarung di pilkada melalui jalur perseorangan sangatl berat. Bahkan, bisa dibilang hampir mustahil.

Sesuai aturan terbaru, KPU harus melakukan verifikasi langsung kepada pendukung kandidat. Verifikasi langsung dilakukan untuk memastikan apakah benar yang bersangkutan mendukung pasangan calon tersebut.

"Persyaratan jalur independen sangat berat. Sulit ada calon independen bisa lolos maju. Bila Undang-undang Pilkada benar-benar ditaati, tanpa kongkalikong, saya yakin akan berat dijalani dari calon jalur independen. Alasannya, verifikasi terhadap dukungan menggunakan pola sensus 100 persen," jelas mantan Ketua KPUD Sulsel itu.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024