Makassar (Antara Sulbar) - Sidang perdana praperadilan perkara korupsi dana aspirasi APBD 2016 Provinsi Sulawesi Barat di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Sulawesi Selatan, diwarnai demonstrasi elemen mahasiswa.

"Kami meminta hakim bekerja profesional dan tidak subjektif memutus perkara itu kepada tersangka. Karena ini pidana korupsi maka harus dijalankan sesuai aturan hukum yang berlaku," kata Koordinator Aksi Aliansi Mahasiswa Sulawesi Barat Menggugat, Marwan, di Makassar, Rabu.

Dalam orasinya, ia mengatakan, perbuatan wakil rakyat itu melanggar hukum serta harus diproses mengingat dana rakyat tersebut tidak sedikit yang disalahgunakan.

Selain itu, pihaknya mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan membawahi Sulawesi Barat untuk konsisten mengawal kasus itu, sampai para tersangkanya ditahan serta mengikuti proses hukum yang berjalan.

"Mendesak Kejati Sulsel melibatkan PPATK dalam mengusut kemana aliran dana tersebut digunakan. Ini menyangkut penyalahgunaan APBD yang nota bene uang rakyat," tegasnya.

Sempat terjadi ketegangan dengan aparat keamanan karena mahasiswa mencoba merengsek masuk ke dalam ruang persidangan, namun dapat ditenangkan. Humas PN Makassar, Bambang Nur Cahyono saat menemui peserta aksi agar bisa bersama menunggu proses hukum yang nantinya diputuskan hakim.

"Saat ini prosesnya sudah jalan, untuk proses praperadilan lebih cepat dari dari perkara lainnya. Yakin dan percayalah hakim akan memutuskan dengan seadil-adilnya. Kita sepakat hukum para koruptor dengan hukuman berat," paparnya kepada demonstran menggunakan megaphone.

Secara terpisah Ketua tim Kuasa Hukum tiga pimpinan DPRD Sulbar yang ditetapkan tersangka, Alyas Ismail, usai sidang mengatakan, pihaknya yakin kliennya tidak bersalah, sebab dalam penetapan tersangka ada kesalahan Standar Operational Prosedur atau SOP dan KUHAPidana.

"Dalam proses penetapkan tersangka, tidak melakukan proses penyelidikan sebagaiman seharusnya baik berdasarkan aturan KUHAp ataupun SOP Kejaksaan itu sendiri. Menjadi pertanyaan kalau penetapan tersangka saat itu bersamaan rilis kasus, maka kapan dilakukan proses penyelidikan sebagaimana dalam KUHAP,"ujarnya kepada wartawan.

Selain itu, dirinya menyatakan saat penetapan tersangka, tidak ada bukti BPKP terkait kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini, bahkan dalam pasal yang disangkakan yakni pasal 2 dan3 Undang-undang korupsi, salah satu unsur terpenting ada kerugian negara.

"Dalam KHUP jelas bisa dikatakan tersangka bila memenuhi dua alat bukti yang kuat sehingga itu bisa ditetapkan tersangka, sementara pada kasus ini belum ada bukti kuat," kata dia.

Diketahui, dari empat pimpinan DPRD Sulbar ditetapkan tersangka, hanya tiga tersangka sebagai pemohon atau penggugat yakni Andi Mappangara Ketua DPRD Sulbar selaku pemohon 1, dan Haji Harun, Munandar Wijaya, keduanya wakil ketua DPRD Sulbar selaku pemohon 2 dan 3. Sedangkan satu tersangka lainnya yakni Hamzah Hapati Hasan, juga wakil ketua DPRD Sulbar tidak mengajukan gugatan.

Meski mengajukan gugatan praperadilan, ketiganya tidak hadir saat sidang perdana tersebut dan diwakili penasihat hukumnya. Dalam kasus Kejaksaan Tinggi Sulsel tlah menangani kasus dugaan korupsi dana ABPD Sulbar senilai Rp 80 miliar tersbut dari total Rp360 miliar dana APBD yan akan dialokasikan untuk anggaran aspirasi.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024