Makassar (Antara) - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) H Romahurmuziy berbagi ilmu tentang bagaimana berpolitik dengan cara pandang Islam sesuai dengan kondisi kekinian di Indonesia.

"Politik Islam itu perjuangannya bagaimana mengupayakan nilai-nilai Islam dapat dikontekstualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, secara bertahap, berkelanjutan dan melalui prosedur yang demokratis dalam kehidupan dengan berporos pada Keadilan," katanya di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

Dihadapan jajaran pejabat serta Aparat Sipil Negara (ASN) di aula Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulsel, didampingi Kakanwil Kemenag Sulsel H Abdul Wahid Thahir, pria disapa akrab Romi ini menjelaskan tentang materi topik Politik Islam dan Islam Politik.

Menurut anggota Komisi XI DPR RI ini bahwa perbedaan Politik Islam dan Islam Politik terletak pada jalur perjuangan dan nawaitu atau niatnya. Karena upaya mewujudkan terciptanya nilai-nilai Islam dalam konteks kehidupan berbangsa dapat dilakukan pada setiap lini kehidupan, maka pola gerakannya cenderung moderat.

Sedangkan Islam Politik, lanjutnya, lebih cenderung menggunakan label atau simbol Islam sebagai alat perjuangan meskipun agendanya atau motifnya sangat beragam bisa karena ekonomi, maupun kepentingan meraih kekuasaan, baik secara persuasif maupun represif atau cenderung radikal.

Alumnus ITB ini memaparkan, sejumlah faktor menjadi penyebab lahirnya gerakan Islam Transnasional yang cenderung bersikap radikal diantaranya, secara internal disebabkan adanya legitimasi teks keagamaan dengan corak pemikiran tekstual yang didominasi Skriptualis.

"Bisa juga karena frustasi yang mendalam tidak mampu mewujudkan cita-cita berdirinya negara islam internasional, atau karena sistem khilafah yang diterapkan pada masa lalu dianggap solusi tunggal mengatasi problematika saat ini, meskipun sebenarnya pemikiran tersebut keliru, bila dilihat dari konteks sejarah," jelas dia.

Cucu KH Fakih Usman, mantan Menteri Agama ketujuh ini mengemukakan, khusus di indonesia, praktik Politik Islam dalam artian menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bernegara sudah berjalan baik meskipun itu membutuhkan waktu.

Seperti misalnya di bidang akhlak, papar dia, ditandai dengan lahirnya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri Agama nomor 2 tahun 2008, memasukkan konten akhlak dalam kurikulum pembelajaran secara nasional.

Tidak sampai disitu, di bidang muamalah yakni Undang-undang Perkawinan, Peradilan Agama, Penyelenggaraan Ibadah Haji, Anti Pornografi dan Pornoaksi, Perbankan Syariah, Pengelolaan Zakat dan yang baru-baru ini Undang-undang tentang Jaminan Produk Halal.

"Belum lagi ditambah ratusan Peraturan Daerah (Perda) berbasis Syariah yang sudah diterapkan di sejumlah Provinsi dan Kabupaten Kota di Indonesia," ungkap Romi.

Bila secara substansi sejumlah aturan hukum dalam Islam baik Fiqh, aqidah akhlak serta muamalah di Indonesia, lanjut Gus Romi, sudah terakomodir dalam regulasi resmi kenegaraan dalam bentuk Undang-undang, maka gagasan Khilafah itu sudah gugur dengan sendirinya.

"Adanya pembubaran ormas anti NKRI oleh pemerintah berdasarkan Perppu, Pembubaran Ormas bukan atas dasar kebencian kepada Islam, tetapi lebih kepada menjaga kerukunan dan kemaslahatan umat dari kehancuran dan perpecahan," ucapnya menegaskan.

Sementara Kakanwil Kemenag Sulsel H Abd Wahid Thahir pada kesempatan itu penyampaian agar pemaparan yang diberikan Gus Romi kepada seluruh Pejabat dan ASN Kemenag Sulsel agar dapat dipetik hikmahnya untuk belajar tentang sejarah politik Islam

"Materi ini adalah pembelajaran dan substansi perjuangan serta pengabdian kita khususnya di bidang keagamaan agar bisa lebih tepat sasaran, yang paling utama dapat mencerahkan pemikiran masyarakat dan umat kita saat ini," harapnya.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024