Makassar (Antara Sulsel) - Ketua APHA Prof Dr Laksanto Utomo mengatakan, kearifan lokal yang banyak termuat dalam hukum adat, kini sering terabaikan dalam mengambil keputusan hukum di pengadilan.
    
"Kearifan lokal yang merupakan unsur dari hukum adat selama ini dianggap tidak ada, padahal ada, karena sudah lebih dahulu ada daripada hukum nasional," kata Laksanto pada Focus Discussion Group (FGD) bertema 'Eksistensi Kearifan Lokal dalam Putusan Pengadilan dan Hukum Nasional" di Universitas Hasanuddin, Makassar, Rabu.
    
Mencermati kondisi tersebut, lanjut dia, maka APHA yang baru terbentuk tiga bulan lalu mencoba untuk mencari masukan dari para pengajar hukum adat yang tersebar di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
    
Sedikitnya hadir 30 orang perwakilan dari 17 perguruan tinggi yang tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua.
     
"Kehadiran kami di sini untuk mendorong eksistensi kearifan lokal dan legalitas hukum adat," katanya sembari mengimbuhkan, dari hasil FGD ini diharapkan melahirkan rekomendasi yang akan dibawa ke Mendagri dan Mahkamah Agung.
    
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum, Unhas Prof Dr Aminuddin Salle pada kesempatan yang sama menyoroti eksistensi kearifan lokal yang seharusnya menjunjung tinggi nilai budaya "siri" (rasa malu) dalam proses hukum.
    
Alasannya, karena kini di lapangan begitu banyak tersangka korupsi yang tertangkap tangan, namun terlihat begitu bahagia dan tanpa rasa penyesalan saat di depan publik.
    
"Itu menunjukkan bahwa sudah tidak adanya rasa malu atau keasadaran diri terhadap kesalahan yang merugikan banyak orang," ujarnya.    

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Dr Sulityowati Irianto mengimbuhkan, melihat hukum adat adalah bagian dari kebudayaan, hukum adat itu bisa saja tidak hilang, tapi berubah dalam bentuk yang baru ataupun modern.
    
Berkaitan dengan hal itu, dia mengatakan, perguruna tinggi membutuhkan reformasi dalam bidang pendidikan termasuk pendidikan hukum, namun hukum adat tetap tak bisa terlepas dari kebudayaan yang seharusnya ditegakkan di Indonesia.
    
Kegiatan FGD ini disaksikan oleh beberapa Universitas di Indonesia, yaitu UNS, UNTAD, Syiah Kuala dan Palangkaraya melalui video conference.

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Amirullah
Copyright © ANTARA 2024